Jumat, 28 Oktober 2022

Novel Twilight : NEW MOON Bab 20

Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .

Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.

Sekarang, kalian  membaca Novel Twilight Bab 20 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊



Baca Selengkapnya Novel Twilight – New Moon Bab 20

Edward mundur selangkah menjauhiku. "Aku sudah mengatakan semuanya, kurasa. Kami tidak akan mengganggumu lagi." Kata "kami" yang ia ucapkan menggugah perhatianku. Itu membuatku terkejut; kusangka aku sudah tak bisa menyadari apa pun lagi. "Alice tidak akan kembali," aku tersadar.

Entah bagaimana Edward bisa mendengarku—mulutku tidak mengeluarkan suara—tapi sepertinya ia mengerti.

Ia menggeleng pelan, matanya tak pernah lepas dari wajahku.

“Tidak. Mereka semua sudah pergi. Aku tetap tinggal untuk berpamitan denganmu."

"Alice sudah pergi?" Suaraku hampa oleh rasa tak percaya.

"Sebenarnya dia ingin berpamitan, tapi aku meyakinkan dia, perpisahan seketika justru lebih baik bagimu."

Kepalaku pusing; sulit rasanya berkonsentrasi. Kata-kata Edward berputar-putar dalam pikiranku, dan aku seperti mendengar dokter di rumah sakit di Phoenix, musim semi lalu, saat menunjukkan hasil foto rontgen padaku. Kelihatan kan kalau patahnya tiba-tiba, jarinya menelusuri foto tulangku yang patah. Itu bagus. Dengan begitu bisa sembuh lebih mudah, lebih cepat. Aku berusaha bernapas normal. Aku perlu berkonsentrasi, mencari jalan keluar dari mimpi buruk ini.


"Selamat tinggal, Bella," kata Edward, suaranya tetap tenang dan damai.

"Tunggu!" aku tersedak oleh kata itu, menggapainya, memerintahkan kakiku yang terasa berat untuk membawaku maju. Kusangka Edward juga mengulurkan tangan untuk menggapaiku.

Tapi tangannya yang dingin mencengkeram pergelangan tanganku dan merapatkannya ke sisi kiri dan kanan tubuhku. Ia membungkuk, dan menempelkan bibirnya sekilas ke dahiku, sangat sebentar. Mataku terpejam.

"Jaga dirimu baik-baik," desahnya, rasa dingin menerpa kulitku.

Terasa tiupan angin sekilas yang tidak wajar. Mataku terbuka. Daun-daun pohon maple bergetar oleh embusan angin pelan yang menandai kepergiannya. Ia sudah pergi.

Dengan kaki gemetar, mengabaikan fakta bahwa tindakanku itu tak ada gunanya, aku berjalan mengikutinya memasuki hutan. Bukti kepergiannya langsung lenyap. Tak ada jejak kaki, daun-daun diam kembali, tapi aku terus berjalan tanpa berpikir. Aku tak sanggup melakukan hal

lain. Aku harus terus bergerak. Kalau aku berhenti mencarinya, semua berakhir. Cinta, hidup, makna... berakhir. Aku berjalan dan berjalan. Waktu tak ada artinya lagi bagiku sementara aku berjalan pelan menembus semak belukar.

Berjam-jam telah berlalu, tapi rasanya baru beberapa detik. Mungkin waktu terasa membeku karena hutan tampak sama tak pedulinya betapapun jauhnya aku melangkah. Aku mulai khawatir aku hanya berputar-putar dalam lingkaran, lingkaran yang sangat kecil, tapi aku terus berjalan. Sering kali aku tersandung, dan, setelah hari makin gelap, aku juga sering terjatuh.


Akhirnya aku tersandung sesuatu—karena

sekarang sudah gelap gulita, aku tak tahu benda apa yang membuatku tersandung—dan tak bisa bangkit lagi. Aku berguling ke samping, supaya bisa bernapas, dan bergelung di rerumputan yang basah.

Sementara aku berbaring di sana, aku merasa waktu terus berjalan tanpa aku menyadarinya. Aku tak ingat berapa lama waktu telah berlalu semenjak malam turun.

Apakah di sini selalu segelap ini di malam hari? Padahal seharusnya ada sedikit cahaya bulan yang menerobos gumpalan awan, bersinar menembus kanopi pepohonan, dan menerpa tanah.

Tapi malam ini tidak. Malam ini langit hitam pekat. Mungkin tak ada bulan malam ini— mungkin ada gerhana bulan, bulan baru.

Bulan baru. Aku gemetaran, meski tidak kedinginan.

Hitam pekat untuk waktu yang sangat lama sebelum aku mendengar mereka memanggilmanggil. Seseorang meneriakkan namaku. Sayup-sayup dan teredam tetumbuhan basah yang mengelilingiku, tapi itu jelas namaku.

Aku tidak mengenali suara itu. Terpikir olehku untuk menjawab, tapi aku linglung, dan butuh waktu lama untuk menyimpulkan aku sebaiknya menjawab. Saat itu. teriakan itu sudah berhenti. Beberapa saat kemudian hujan membangunkanku.

Kurasa aku tidak benar-benar tertidur; aku hanya terhanyut dalam kondisi tak sadar dan tak bisa berpikir, bertahan dengan segenap kekuatan ke perasaan kebas yang membuatku tak bisa menyadari apa yang tak ingin kuketahui.

Hujan sedikit membuatku gelisah. Aku menggigil. Kubuka belitan tanganku yang melingkari lutut untuk menutupi wajah. Saat itulah aku mendengar teriakan itu lagi. Kali ini lebih jauh, dan kadang-kadang terdengar seperti beberapa suara berteriak bersama-sama. Aku mencoba menghela napas dalam-dalam. Aku ingat seharusnya aku menyahut, tapi kukira mereka takkan bisa mendengarku. Sanggupkah aku berteriak cukup lantang?


Tiba-tiba terdengar suara lain, mengagetkanku karena cukup dekat. Seperti mendengus-dengus,

suara binatang. Kedengarannya binatang besar. Dalam hati aku bertanya-tanya apakah seharusnya aku merasa takut. Aku tidak takut—cuma mati rasa. Itu bukan masalah. Dengusan itu pergi. Hujan terus turun, dan bisa kurasakan air menggenang di pipiku.

Saat sedang berusaha mengumpulkan kekuatan untuk memalingkan kepala, kulihat seberkas cahaya. Awalnya hanya kilau samar yang memantul di semak-semak di kejauhan. Cahaya itu semakin lama semakin terang, menyinari bidang besar, tidak seperti lampu senter yang menyorot lurus. Cahaya itu menembus semak terdekat, dan ternyata cahaya itu berasal dari lentera propane, tapi hanya itu yang bisa kulihat— kecemerlangannya sesaat membutakanku.

"Bella."

Suara itu berat dan tidak kukenal, tapi bernada mengenali. Ia tidak memanggil namaku untuk mencari, tapi memberi tahu bahwa aku sudah ditemukan.

Aku menengadah—tinggi sekali rasanya—ke seraut wajah gelap yang kini bisa kulihat menjulang tinggi di atasku. Samar-samar aku sadar orang asing itu mungkin hanya terlihat sangat tinggi karena kepalaku masih tergeletak di tanah.

"Kau dilukai?"

Aku tahu kata-kata itu berarti sesuatu, tapi aku hanya bisa memandanginya, bingung. Apa artinya pengertian pada saat seperti ini?

Novel Twilight – New Moon Bab 20 Telah Selesai

Bagaimana Novel Twilight - New Moon Bab 20 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.

Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.

Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :

Bab Selanjutnya
Bab Sebelumnya

0 komentar: