Jumat, 28 Oktober 2022

Novel Twilight : NEW MOON Bab 19

Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .

Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.

Sekarang, kalian  membaca Novel Twilight Bab 19 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊



Baca Selengkapnya Novel Twilight – New Moon Bab 19

“Oke, ayo kita bicara," kataku. Nada suaraku terdengar lebih berani daripada yang sebenarnya kurasakan.

Edward menghela napas dalam-dalam.

"Bella, kami akan pergi."

Aku juga menghela napas dalam-dalam. Kusangka aku sudah siap. Tapi tetap saja aku bertanya.

"Mengapa sekarang? Setahun lagi—"

"Bella, sudah saatnya. Lagi pula, berapa lama lagi kami bisa bertahan di Forks? Carlisle tidak tampak seperti sudah berumur tiga puluh tahun, apalagi dia mengaku sekarang usianya 33. Kami harus memulai dari awal lagi secepatnya, bagaimanapun juga"

Jawaban Edward membuatku bingung. Aku memandanginya, berusaha memahami maksudnya. Ia balas menatapku dingin.

Dengan perasaan mual, aku pun memahami maksudnya. Aku menggeleng-gelengkan kepala, berusaha menjernihkan pikiran. Edward menunggu tanpa sedikit pun tanda tidak sabar.


Butuh beberapa menit baru aku bisa bicara.

"Oke," kataku.

"Aku ikut."

"Tidak bisa, Bella. Ke mana kami akan pergi... itu bukan tempat yang tepat untukmu."

"Di mana kau berada, di situlah tempat yang tepat untukku."

"Aku tidak baik untukmu, Bella."

"Jangan konyol," Aku ingin terdengar marah, tapi kedengarannya malah seperti memohon.

"Kau hal terbaik dalam hidupku."

"Duniaku bukan untukmu," ucap Edward muram.

"Apa yang terjadi pada Jasper—itu bukan apaapa, Edward! Bukan apa-apa!"

"Kau benar," Edward sependapat.

"Persis seperti itulah yang bakal terjadi."

"Kau sudah berjanji! Di Phoenix, kau berjanji kau akan tinggal—"

"Sepanjang itu yang terbaik untukmu," Edward mengoreksiku.

"Tidak! Ini masalah jiwaku, kan?" aku berteriak, marah, kata-kata berhamburan dari mulutku— namun entah bagaimana tetap saja terdengar seperti memohon-mohon.

"Carlisle memberi tahuku, dan aku tidak peduli, Edward. Aku tidak peduli! Ambil saja jiwaku. Aku tidak menginginkannya tanpa kau—itu sudah jadi milikmu!"

Edward menarik napas dalam-dalam dan beberapa saat menerawang menatap tanah. Waktu akhirnya ia mendongak, matanya tampak berbeda, lebih keras—seperti emas cair yang membeku keras.


"Bella, aku tidak ingin kau ikut denganku." Edward mengucapkan kata-kata itu lambat-lambat dan jelas, matanya yang dingin menatap wajahku, memerhatikan sementara aku menyerap semua perkataannya.

Sunyi sejenak saat aku mengulangi kata-kata itu berkali-kali dalam pikiranku, memilah-milah untuk mendapatkan maksud sesungguhnya.

"Kau... tidak... menginginkanku?" Aku mencoba mengucapkan kata-kata itu, bingung mendengarnya diucapkan dalam urutan seperti itu.

"Tidak."

Kutatap matanya, tak mengerti. Edward balas menatapku tanpa ampun. Matanya bagai topaz— keras dan jernih dan sangat dalam. Aku merasa seolah-olah bisa memandang ke dalamnya hingga berkilo-kilometer jauhnya, namun di kedalaman tak berdasar itu aku tidak melihat adanya kontradiksi dari kata yang diucapkannya tadi.

Well, itu mengubah semuanya." Aku terkejut mendengar nada suaraku yang kalem dan tenang.

Pasti karena perasaanku sudah mati rasa. Aku tidak menyadari apa yang ia katakan padaku. Itu masih tetap tak masuk akal.

Edward mengalihkan pandangan ke pepohonan saat bicara lagi.

"Tentu saja, aku akan selalu mencintaimu... sedikit-banyak. Tapi peristiwa malam itu membuatku sadar, sekaranglah saatnya berubah. Karena aku... lelah berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan diriku, Bella. Aku bukan manusia." Edward menatapku lagi, bagian-bagian dingin wajahnya yang sempurna memang bukan manusia.

"Aku membiarkan ini berlangsung terlalu lama, dan aku minta maaf untuk itu."

"Jangan." Suaraku kini hanya berupa bisikan; kesadaran mulai meresapiku, menetes-netes bagai asam dalam pembuluh darahku.

"Jangan lakukan ini."

Edward hanya menatapku, dan kelihatan dari matanya kata-kataku sudah terlambat. Ia sudah melakukannya.

"Kau tidak baik untukku, Bella." Edward membalikkan kata-kata yang diucapkannya tadi, jadi aku tak bisa membantahnya. Aku tahu benar aku tidak cukup baik baginya.

Aku membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, kemudian menutupnya lagi. Edward menunggu dengan sabar, wajahnya bersih dari segala emosi. Kucoba sekali lagi.

"Kalau... kalau memang itu yang kauinginkan." Edward mengangguk satu kali.

Sekujur tubuhku terasa lumpuh. Aku tak bisa merasakan apa-apa dari leher ke bawah.

"Tapi aku ingin meminta sesuatu, kalau boleh," katanya.

Entah apa yang dilihatnya di wajahku, karena sesuatu berkelebat di wajahnya sebagai respons. Tapi sebelum aku sempat memahaminya, ia telah mengubah ekspresinya menjadi topeng tenang yang sama.

"Apa saja," aku bersumpah, suaraku sedikit lebih kuat.


Sementara aku menatapnya, mata beku Edward mencair. Emas itu berubah menjadi cair lagi, melebur, membakar mataku dengan kekuatan teramat besar.

"Jangan lakukan sesuatu yang ceroboh atau tolol," perintahnya, tak lagi dingin.

"Kau mengerti maksudku?"

Aku mengangguk tak berdaya. Mata Edward mendingin, sikap menjaga jaraknya kembali lagi.

"Aku memikirkan Charlie, tentu saja. Dia membutuhkanmu. Jaga dirimu baik-baik—demi dia." Lagi-lagi aku mengangguk. "Baiklah," bisikku.

Edward tampak rileks sedikit.

"Dan aku akan menjanjikan sesuatu padamu sebagai balasannya," katanya.

"Aku berjanji ini kali terakhir kau bertemu denganku. Aku tidak akan kembali. Aku tidak akan menyulitkanmu lagi. Kau bisa melanjutkan hidupmu tanpa gangguan dariku lagi. Nantinya akan terasa seolah-olah aku tak pernah ada."

Lututku pasti mulai gemetar, karena pohonpohon mendadak bergoyang. Bisa kudengar darah menderas lebih cepat di belakang telingaku. Suara Edward terdengar semakin jauh.

Edward tersenyum lembut.

"Jangan khawatir. Kau manusia—ingatanmu tak lebih dari sekadar saringan. Waktu akan menyembuhkan semua luka bagi jenismu."

"Kalau ingatanmu?" tanyaku. Kedengarannya seperti ada yang menyumbat tenggorokanku, seolah-olah aku tersedak.

"Well—“ Edward ragu-ragu selama satu detik yang singkat—

"aku tidak akan lupa. Tapi jenisku... kami sangat mudah dialihkan perhatiannya." Ia tersenyum, senyumnya tenang dan tidak menyentuh matanya.

 

Novel Twilight – New Moon Bab 19 Telah Selesai

Bagaimana Novel Twilight - New Moon Bab 19 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.

Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.

Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :

Bab Selanjutnya
Bab Sebelumnya

0 komentar: