Senin, 24 Oktober 2022

Baca Selengkapnya Novel Twilight Pandangan Pertama Bab 124

Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .

Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.

Sekarang, kalian  membaca Novel Twilight Bab 124 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊



Baca Selengkapnya Novel Twilight – Pandangan Pertama Bab 124

“Hai, Jacob.” Aku balas tersenyum.

“Apa kabar?” “Boleh aku meminjamnya?” tanyanya ragu-ragu, memandang Edward untuk pertama kali. Aku terkejut melihat Jacob tak perlu mendongakkan kepala. Ia pasti telah bertambah tinggi beberapa senti sejak pertama kali aku melihatnya.

Wajah Edward tenang ekspresinya hampa. Satu-satunya jawabannya adalah dengan hati-hati membiarkanku berdiri di atas kakiku sendiri, lalu mundur selangkah.

“Terima kasih,” kata Jacob ramah.

Edward hanya mengangguk, menatapku lekat-lekat sebelum berbalik menjauh.

Jacob menaruh tangannya di pinggangku, dan aku mengulurkan tangan ke bahunya.

“Wow, Jake, berapa tinggimu sekarang?”

Ia tampak bangga.

“Seratus delapan puluh lima senti.” Kami tidak benar-benar berdansa—mustahil dengan kondisi kakiku saat ini.


Sebagai gantinya, dengan canggung kami bergoyang dari satu sisi ke sisi lain tanpa menggerakkan kaki. Itu bagus juga, dengan tingginya sekarang ia jadi tampak kurus, jangkung dan tak seimbang, hingga barangkali ia bukan pedansa yang lebih baik daripada diriku sendiri.

“Jadi, bagaimana ceritanya kau bisa di sini?” aku bertanya tanpa benar-benar ingin tahu.

Melihat reaksi Edward tadi, aku bisa menduga jawabannya.

“Kau percaya, ayahku memberiku dua puluh dolar supaya aku datang ke prom kalian?” ia mengakui, sedikit malu-malu.

“Ya, aku percaya,” gumamku.

Well, kuharap setidaknya kau menikmatinya. Ada yang kau suka?” aku menggodanya, memberi isyarat dengan kepala ke sekelompok cewek yang berbaris di dekat dinding bagai sekumpulan gaun warna pastel.

“Yeah,” ia mendesah. “Tapi dia sudah bersama seseorang.”

Ia menunduk untuk sesaat melihat tatapan penasaranku— kemudian kami sama-sama berpaling, merasa jengah.

“Omong-omong kau cantik sekali,” ia menambahkan malu-malu.

“Mm, ttims. Jadi kenapa Billy membayarmu supaya datang ke sini?” aku buru-buru bertanya, meskipun aku tahu jawabannya.

Jacob tidak kelihatan senang karena topik percakapan kami berubah. Ia memalingkan wajah, sekali lagi merasa jengah.

“Katanya, di sini tempat yang ‘aman’ untuk berbicara denganmu. Aku bersumpah orang tua itu mulai kehilangan akal sehatnya.”

Aku ikut tertawa, namun lemah.

“Lagi pula, katanya, kalau aku mengatakan sesuatu padamu dia akan membelikan master cylinder yang kubutuhkan,” ia mengaku sambil tersenyum malu-malu.

“Kalau begitu, katakan saja padaku. Aku ingin kau bisa menyelesaikan mobilmu.” Aku balas tersenyum.

Setidaknya Jacob tidak memercayai satu pun kegilaan ini. Itu membuat keadaan sedikit lebih mudah. Sambil bersandar di dinding Edward memandang wajahku, sementara wajahnya sendiri datar. Aku melihat cewek kelas sophomore bergaun pink mengawasinya malu-malu, namun sepertinya Edward tidak menyadari keberadaan cewek itu.


Jacob berpaling lagi, merasa malu.

“Jangan marah, oke?”

“Tidak mungkin aku marah padamu, Jacob,” aku meyakinkannya.

“Aku bahkan tidak akan marah pada Billy. Katakan saja apa yang harus kaukatakan.”

Well—ini bodoh sekali, maafkan aku. Bella—dia ingin kau putus dengan pacarmu. Dia memintaku untuk memohon padamu.” Ia menggeleng jijik.

“Dia masih percaya takhayul, eh?”

“Yeah. Dia... seperti kebakaran jenggot waktu kau mengalami kecelakaan di Phoenix. Dia tidak percaya...” Dengan sadar Jacob tidak meneruskan kata-katanya. Mataku menyipit. “Aku terjatuh.”

“Aku tahu itu,” Jacob langsung menyahut.

“Pikirnya, Edward ada kaitannya dengan kecelakaan yang menimpaku.” Itu bukan pertanyaan, dan terlepas dari janjiku, aku merasa marah.

Jacob tak berani menatapku. Kami bahkan tak lagi repotrepot

bergoyang mengikuti musik, meskipun tangannya masih di pinggangku, dan tanganku melingkar di lehernya. “Begini, Jacob, aku tahu Billy barangkali tidak bakal percaya tapi hanya supaya kau tahu”—ia memandangku sekarang, bereaksi terhadap ketulusan dalam suaraku—

“Edward benar-benar telah menyelamatkan nyawaku. Seandainya bukan karena Edward dan ayahnya, aku pasti sudah mati.”

“Aku tahu,” ujarnya. Sepertinya ucapan tulusku telah sedikit memengaruhinya.

Paling tidak mungkin nantinya ia bisa meyakinkan Billy.

“Hei, aku menyesal kau harus datang dan melakukan ini, Jacob,” aku meminta maaf.

“Setidaknya, yang penting kau mendapatkan onderdilmu, ya kan?”

“Yeah,” gumamnya. Ia masih tampak canggung...

kecewa.

“Ada lagi?” tanyaku tak percaya.

“Lupakan saja,” gumamnya,

“aku akan mencari pekerjaan dan menabung sendiri.” Aku memelototinya sampai kami bertemu pandang.

“Katakan saja, Jacob.”

“Ini buruk sekali.”

“Aku tak peduli. Beritahu aku,” desakku.

“Oke... tapi, hhh, ini kedengarannya buruk sekali.” Ia menggeleng

“Dia menyuruhku memberitahumu, bukan, memperingatkanmu, bahwa – dan ini kata-katanya, bukan aku” – ia mengangkat satu tangannya dari pinggangku dan membuat tanda kutip –

“Kami akan mengawasi.” Dengan hati-hati ia menunggu reaksiku.

Kata-katanya terdengar seperti di film-film mafia. Aku tertawa keras-keras.

“Aku menyesal kau harus melakukan ini. Jake,” olokku.

“Aku tidak terlalu keberatan.” Ia tertawa lega. Pandangannya tampak memuji saat sekilas menelusuri gaunku. “Jadi, haruskah aku menyuruhnya untuk jangan ikut campur?” tanyanya penuh harap.

“Tidak,” desahku.

“Bilang padanya aku berterima kasih. Aku tahu dia bermaksud baik.”


Musiknya berhenti, dan kulepaskan lenganku dari lehernya.

Tangannya masih di pinggangku, dan ia memandang kakiku yang digips.

“Kau mau berdansa lagi? Atau bisakah aku membantumu bergerak ke suatu tempat?” Edward menjawabnya untukku.

“Tidak apa-apa, Jacob. Aku yang mengambil alih.”

Jacob berjengit dan dengan mata terbelalak menatap Edward yang tahu-tahu muncul di sebelah kami.

“Hei, aku tidak melihatmu di situ,” gumam Jacob.

“Kalau begitu, sampai ketemu, Bella.” Ia melangkah mundur, melambai dengan setengah hati.

Aku tersenyum. “Yeah, sampai ketemu.”

“Maaf,” katanya lagi sebelum berbalik menuju pintu. Lengan Edward telah memelukku saat lagu berikut mulai dimainkan. Iramanya sedikit cepat untuk berdansa lambat, tapi sepertinya itu tidak mengganggunya. Kusandarkan kepalaku di dadanya, merasa senang.

“Merasa lebih baik?” godaku.

 

Novel Twilight – Pandangan Pertama Bab 124 Telah Selesai

Bagaimana Novel Twilight - Pandangan Pertama Bab 124 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.

Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.

Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :

Bab Selanjutnya
Bab Sebelumnya

0 komentar: