Selasa, 01 November 2022

Novel Twilight : NEW MOON Bab 41

Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .

Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.

Sekarang, kalian  membaca Novel Twilight Bab 41 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊



Baca Selengkapnya Novel Twilight – New Moon Bab 41

"Aku tidak mau berkencan," jawabku lambatlambat, menyadari betapa benar hal itu. Seisi

dunia terasa sangat jauh denganku sekarang.

"Hanya sebagai teman?" Mike mengusulkan. Bola matanya yang biru jernih sekarang tidak tampak terlalu bersemangat. Kuharap ia

bersungguh-sungguh waktu mengatakan kami bisa jadi teman saja.

"Pasti asyik. Tapi sayangnya aku sudah punya acara Jumat nanti, jadi bagaimana kalau minggu depan?"

"Kau mau ngapain?" tanyanya, lebih ingin tahu daripada yang kurasa ingin ia tunjukkan. "Bikin PR. Aku sudah... janji akan belajar bersama teman.”

"Oh. Oke. Mungkin minggu depan." Mike mengantarku ke trukku, sikapnya tidak seceria tadi. Aku jadi teringat bulan-bulan pertamaku di Forks. Lingkaran kehidupanku seolah kembali ke titik awal, dan sekarang semuanya terasa bagaikan gema—gema yang kosong, tanpa ketertarikan seperti dulu.


Esok malamnya Charlie tidak kelihatan kaget sedikit pun melihat Jacob dan aku berselonjor di lantai ruang tamu dengan buku pelajaran bertebaran di mana-mana, jadi kurasa ia dan Billy diam-diam membicarakan kegiatan kami.

“Hai, Anak-anak," sapanya, matanya mengarah ke dapur. Aroma lasagna yang kubuat sesorean tadi—sementara Jacob menonton dan sesekali mencicipi—menguar ke ruang depan; aku sengaja berbuat baik, berusaha menebus dosa gara-gara membiarkan Charlie memesan pizza terus.

Jacob ikut makan malam bersama kami, lalu pulang sambil membawa sepiring makanan untuk Billy. Dengan enggan ia menambahkan satu tahun lagi ke umurku yang masih bisa dinegosiasikan karena kepiawaianku memasak. Hari Jumat kami nongkrong di garasi, dan Sabtu-nya, usai bekerja di Newtons, kami bikin PR lagi.

Charlie merasa cukup yakin aku sudah kembali waras sehingga mau pergi memancing bersama Harry. Waktu ia pulang, kami sudah selesai mengerjakan PR—merasa sangat bertanggung jawab dan dewasa—dan sedang menonton Monster Garage di Discovery Channel.

"Mungkin sebaiknya aku pulang," Jacob mendesah.

"Ternyata sudah malam sekali."

"Oke, baiklah," gerutuku.

"Kuantar kau pulang." Jacob tertawa melihat ekspresiku yang keberatan—sepertinya itu membuatnya senang.

"Besok kembali bekerja," kataku begitu kami sudah aman di dalam truk.

"Jam berapa kau mau aku datang?"

Ada kesan riang yang tak bisa dijelaskan terpancar dari senyumnya. "Kutelepon kau dulu, oke?"

"Tentu." Keningku berkerut, bertanya-tanya ada apa.

Senyum Jacob semakin lebar. Aku membersihkan rumah keesokan paginya— sambil menunggu Jacob menelepon sekaligus berusaha mengenyahkan mimpi burukku yang terakhir. Pemandangannya berubah.

Semalam aku berkelana di tengah lautan pakis yang diselingi pohon hemlock raksasa di sana-sini. Tidak ada apa-apa lagi di sana, dan aku tersesat, menggelandang tanpa tujuan dan sen dirian, tidak mencari apa-apa.

Ingin rasanya kumarahi diriku sendiri karena pergi ke sana minggu lalu. Kutepiskan mimpi itu dari pikiran sadarku, berharap mimpi tersebut akan terkunci rapat di suatu tempat dan tidak muncul lagi. Charlie sedang mencuci mobil patrolinya di luar, jadi ketika telepon berdering, aku langsung menjatuhkan sikat WC dan lari ke bawah untuk mengangkatnya.


"Halo?" jawabku terengah-engah.

"Bella." kata Jacob, nadanya aneh dan formal.

"Hai, Jake"

"Aku yakin kita... ada kencan hari ini," katanya, nadanya sarat makna terselubung.

Butuh waktu sedetik bagiku untuk mencernanya. "Sudah selesai? Aku tidak percaya!" Waktunya benar-benar tepat.

Aku membutuhkan sesuatu yang bisa mengalihkan pikiranku dari mimpi buruk dan kehampaan.

"Yeah, dua-duanya sudah berfungsi lagi."

"Jacob, kau ini benar-benar, tidak diragukan lagi, orang paling berbakat dan hebat yang pernah kukenal. Usiamu bertambah sepuluh tahun karena ini."

"Keren! Jadi sekarang aku sudah separo baya." Aku tertawa.

"Aku akan segera ke sana!"

Kulempar semua peralatan bersih-bersihku ke bawah konter kamar mandi, lalu kusambar jaketku.

"Mau ke rumah Jake," kata Charlie waktu aku berlari melewatinya.

Itu bukan pertanyaan. “Yep," sahutku sambil meloncat ke truk.

"Aku nanti akan ke kantor," Charlie berseru padaku.

“Oke," aku balas berteriak, memutar kunci. Charlie mengatakan sesuatu, tapi aku tak bisa mendengarnya dengan jelas karena terhalang raungan mesin truk. Ke dengarannya seperti,

"Buru-buru amat?"

Kuparkir trukku di sisi rumah keluarga Black, dekat pepohonan, supaya kami bisa lebih mudah menyelundupkan sepeda-sepeda motor itu keluar.

Waktu aku turun, secercah warna berkelebat menarik perhatianku—dua motor mengilap, satu merah, satu hitam, tersembunyi di balik semak, tidak tampak dari rumah. Jacob sudah siap. Sepotong pita biru diikat membentuk pita kecil di setiap setang motor.

Aku tertawa melihatnya sewaktu Jacob menghambur keluar rumah. "Siap?" tanyanya pelan, matanya berbinar-binar. Aku menengok ke belakang bahunya, tapi tidak ada tanda-tanda kehadiran Billy.

"Yeah," jawabku, tapi tidak merasa terlalu bersemangat seperti sebelumnya; aku mencoba membayangkan diriku benar-benar menunggangi sepeda motor itu.

Dengan enteng Jacob menaikkan sepeda-sepeda motor itu ke bak belakang trukku, membaringkannya dengan hati-hati agar tidak terlihat.

"Ayo," ajaknya, suaranya lebih tinggi daripada biasanya karena bersemangat.

"Aku tahu tempat yang aman—tidak ada yang akan memergoki kita di sana."


Kami ke luar kota menuju selatan. Jalan tanah berkelok-kelok keluar-masuk hutan—terkadang tidak tampak pemandangan lain selain pepohonan, dan sejurus kemudian tiba-tiba tampak pemandangan indah Samudera Pasifik membentang luas, jauh hingga ke batas cakrawala, abu-abu gelap di bawah awan-awan.

Kami berada di atas pantai, di puncak tebing-tebing yang membatasi pantai di sini, dan pemandangannya seakan membentang luas hingga ke ujung bumi. Aku mengendarai trukku pelan-pelan, supaya bisa dengan aman memandangi samudra luas sesekali, sementara jalan berkelok-kelok semakin dekat ke tebing-tebing laut.

Jacob bercerita tentang keberhasilannya memperbaiki kedua sepeda motor itu, tapi penjelasannya mulai mengarah ke hal-hal teknis, jadi aku tidak begitu memerhatikan. Saat itulah aku melihat empat orang berdiri di tubir batu, terlalu dekat ke pinggir tebing. Dari jauh aku tidak bisa menebak usia mereka, tapi asumsiku mereka lelaki dewasa. Meski hari ini dingin, kelihatannya mereka hanya mengenakan celana pendek.

Novel Twilight – New Moon Bab 41 Telah Selesai

Bagaimana Novel Twilight - New Moon Bab 4 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.

Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.

Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :

Bab Selanjutnya
Bab Sebelumnya

0 komentar: