Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .
Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.
Sekarang, kalian membaca Novel Twilight Bab 132 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊
Baca Selengkapnya Novel Twilight – New Moon Bab 132
"Ya, tentu saja!" Ia nyengir.
"Kita bisa mencari jalan lain untuk mencari gara-gara dengan si Demetri ini."
Aku masih meringis mendengar perkataannya saat berpaling kepada Esme.
"Ya, tentu saja, Bella. Aku sudah menganggapmu bagian dari keluargaku."
"Terima kasih, Esme," bisikku sambil berpaling kepada Carlisle.
Tiba-tiba saja aku merasa gugup, berharap aku tadi meminta suaranya lebih dulu. Aku yakin ini suara yang paling berarti, suara yang dianggap lebih dari suara mayoritas.
Carlisle tidak melihat ke arahku.
"Edward," ujarnya.
"Tidak," geram Edward. Rahangnya mengeras, bibirnya menyeringai, memperlihatkan gigi-giginya.
“Ini satu-satunya jalan yang masuk akal," Carlisle berkeras. "Kau sudah memilih untuk tidak hidup tanpa dia, jadi menurutku tak ada pilihan lain."
Edward menjatuhkan tanganku, keluar dari meja. Ia menghambur meninggalkan ruangan, menggeram-geram marah.
"Kurasa kau sudah tahu jawabanku." Carlisle mendesah.
Aku masih memandangi kepergian Edward.
"Trims," gumamku.
Suara benda pecah yang mengoyak gendang telinga terdengar dari ruang sebelah Aku tersentak, lalu cepat-cepat bicara.
"Hanya itu yang kuperlukan. Terima kasih semuanya. Untuk kesediaan kalian menerimaku. Begitu jugalah yang kurasakan terhadap kalian semua." Suaraku tercekat oleh emosi di akhir kalimat.
Dalam sekejap Esme sudah berdiri di sampingku, lengannya yang dingin memelukku.
"Bella tersayang," desahnya.
Aku membalas pelukannya. Dari sudut mata kulihat Rosalie menunduk memandangi meja, dan sadarlah aku kata-kataku tadi dapat ditafsirkan berbeda.
"Well, Alice," ujarku setelah Esme melepas pelukannya.
"Di mana kau ingin melakukannya?" Alice menatapku, matanya membelalak ngeri.
"Tidak! Tidak! TIDAK!" raung Edward, menghambur kembali ke dalam ruangan. Ia sudah sampai di hadapanku sebelum aku sempat berkedip, membungkuk di atasku, wajahnya berkerut-kerut marah.
"Kau gila, ya?" teriaknya.
"Apa kau benar-benar sudah tidak waras lagi?" Aku mengkeret menjauhinya, kedua tangan menutupi telinga.
"Eh, Bella," Alice menyela dengan nada gelisah.
"Sepertinya aku belum siap melakukan itu. Aku harus menyiapkan diri dulu..."
"Kau sudah berjanji," aku mengingatkannya, memandang garang dari bawah lengan Edward.
“Aku tahu, tapi... Yang benar saja, Bella! Aku tidak tahu bagaimana melakukannya tanpa membunuhmu."
"Kau bisa melakukannya," aku menyemangati.
"Aku percaya padamu." Edward menggeram marah.
Alice menggeleng cepat-cepat, terlihat panik.
"Carlisle?" Aku menoleh dan memandanginya. Edward merenggut wajahku dengan tangannya, memaksaku menatapnya. Sebelah tangannya yang lain terulur, telapak tangannya mengarah pada Carlisle.
Carlisle tak menggubrisnya. "Aku bisa melakukannya," ia menjawab pertanyaanku.
Kalau saja aku bisa melihat ekspresinya.
"Kau tak perlu takut aku akan kehilangan kendali."
"Kedengarannya bagus." Aku berharap ia bisa memahaminya; sulit berbicara dengan jelas bila Edward mencengkeram daguku seperti ini.
"Tunggu," sergah Edward dari sela-sela giginya
"Tidak perlu melakukannya sekarang."
"Tidak ada alasan untuk tidak melakukannya sekarang," balasku, kata-kataku tidak terdengar jelas.
"Aku bisa memikirkan beberapa alasan."
"Tentu saja bisa," tukasku masam.
"Sekarang lepaskan aku.” Edward melepaskan wajahku, dan melipat kedua lengannya di dada.
"Kira-kira dua jam lagi, Charlie akan datang ke sini mencarimu. Dan aku tak ragu dia akan melibatkan polisi."
"Ketiga polisi yang ada di sini." Tapi aku mengerutkan kening.
Ini selalu menjadi bagian tersulit. Charlie, Renee. Sekarang ada Jacob juga. Orang-orang yang akan kutinggalkan, orang-orang yang akan kusakiti. Kalau saja hanya aku orang yang menderita, tapi aku tahu itu tidak mungkin.
Di saat yang sama, aku lebih menyakiti mereka lagi dengan tetap menjadi manusia. Membahayakan nyawa Charlie dengan berada di dekatnya. Membahayakan Jake lebih lagi dengan menarik musuh-musuhnya datang ke wilayah yang wajib dijaganya. Dan Renee—aku bahkan tak berani mengambil risiko mengunjungi ibuku sendiri karena takut bakal membawa masalah masalahku yang mematikan ke sana! Aku magnet yang menarik bahaya; aku menerima kenyataan itu.
Dengan menerimanya, aku tahu aku harus bisa menjaga diri dan melindungi orang-orang yang kucintai, meskipun itu berarti aku tidak bisa bersama mereka. Aku harus kuat.
"Dengan maksud untuk tetap tidak menarik perhatian orang!” tukas Edward, masih berbicara lewat gigi terkatup rapat, tapi memandang Carlisle sekarang,
"kusarankan kita mengakhiri pembicaraan ini sekarang, setidaknya sampai Bella lulus SMU, dan pindah dari rumah Charlie."
"Itu permintaan yang masuk akal, Bella," ujar Carlisle.
Aku memikirkan reaksi Charlie bila ia bangun pagi ini, bila setelah ia mengalami kehilangan besar dengan meninggalnya Harry, kemudian aku membuatnya kalang-kabut dengan kepergianku yang tanpa penjelasan ia menemukan tempat tidurku kosong.
Charlie pantas mendapatkan yang lebih baik daripada itu. Toh tidak lama lagi; kelulusanku sudah di depan mata... Aku mengerucutkan bibir.
“Akan kupertimbangkan."
Edward langsung rileks. Rahangnya mengendur.
"Mungkin sebaiknya kuantar kau pulang,” katanya, lebih tenang sekarang, tapi jelas ingin buru-buru membawaku pergi dari sini.
"Siapa tahu Charlie bangun lebih pagi." Kupandangi Carlisle.
"Setelah kelulusan?"
"Aku janji."
Aku menarik napas dalam-dalam, tersenyum, dan berpaling kembali ke Edward.
"Oke. Kau boleh membawaku pulang."
Edward membawaku melesat keluar dari rumah sebelum Carlisle bisa menjanjikan hal lain. Ia membawaku keluar lewat pintu belakang, jadi aku tidak melihat barang apa yang pecah di ruang tamu.
Perjalanan pulang sangat hening. Aku merasa menang dan sedikit puas pada diri sendiri. Sangat ketakutan juga, tentu saja, tapi aku berusaha tidak memikirkan bagian itu. Tak ada gunanya mengkhawatirkan rasa sakit—baik fisik maupun emosional—jadi itu tidak kulakukan. Tidak sampai benar-benar harus.
Novel Twilight – New Moon Bab 132 Telah Selesai
Bagaimana Novel Twilight - New Moon Bab 132 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.
Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.
Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :
- Novel Lelaki Yang Tak Terlihat Kaya
- Novel Romantis Pengantin Pengganti
- Novel Elena : Si Gadis Tangguh
- Novel Charlie Wade Si Kharismatik
- Novel Romantis My Lovely Boss
- Novel Perintah Kaisar Naga
- Novel My Imperfect CEO
- NOVEL KISAH ISTRI BAYARAN
- Novel Perceraian Ke-99

0 komentar: