Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .
Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.
Sekarang, kalian membaca Novel Twilight Bab 108 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊
Baca Selengkapnya Novel Twilight – New Moon Bab 108
KAMI memulai pendakian yang terjal, dan jalanan makin lama makin sesak. Saat jalan berkelok semakin tinggi, mobil-mobil berjajar berimpitan hingga sulit bagi Alice untuk menyelipnyelip di antara mereka. Laju mobil kami melambat dan mulai merangkak di belakang Peugeot kecil cokelat.
"Alice," erangku. Jam di dasbor tampaknya bergerak semakin cepat.
“Hanya ini satu-satunya jalan masuk," Alice mencoba menenangkan.
Tapi suaranya terlalu tegang untuk bisa menenangkan Mobil-mobil terus beringsut maju, setiap kali hanya mampu bergerak beberapa puluh senti. Terik matahari begitu cemerlang, rasanya sudah berada tepat di atas kepala.
Mobil-mobil merayap satu per satu menuju kota. Setelah kami semakin dekat, aku bisa melihat mobil-mobil diparkir Pinggir jalan dan orangorang turun, berjalan kaki. Mulanya kukira itu karena mereka tidak sabar – sesuatu yang bisa kupahami. Tapi kemudian mobil melewati
tikungan, dan aku bisa melihat lapangan parkir di luar tembok kota, serta kerumunan orang berjalan melewati gerbang. Tak ada yang diizinkan masuk dengan mengendarai mobil.
“Alice,” bisikku mendesak.
“Aku tahu," jawabnya. Wajahnya seperti pahatan es.
Sekarang setelah aku menyadarinya, dan karena mobil merayap sangat lambat hingga aku bisa melihat keadaan sekelilingku, ternyata hari sangat berangin. Orang-orang yang berdesak-desakan menuju pintu gerbang mencengkeram topi erat-erat dan menepis rambut dari wajah mereka. Pakaian mereka berkibaran.
Aku juga melihat warna merah di mana-mana. Baju merah, topi merah, bendera merah menjulur bagaikan pita-pita panjang di samping gerbang, berkibar-kibar ditiup angin— tepat di depan mataku, syal merah terang yang dililitkan seorang wanita di rambutnya mendadak terbang tertiup angin.
Syal itu terpilin ke udara, menggeliat-geliat seperti makhluk hidup. Wanita itu meraih syalnya, melompat ke udara, tapi syal itu berkibar lebih tinggi, seutas warna merah darah dengan latar belakang dinding tembok kuno yang kusam.
"Bella" Alice berkata dengan nada rendah dan mendesak.
“Aku tidak bisa melihat apa yang akan diputuskan penjaga itu di sini—kalau aku tidak bisa masuk, kau harus masuk sendiri. Kau harus berlari. Tanya saja jalan menuju Palazzo dei Priori, dan berlarilah ke arah yang mereka tunjukkan. Jangan sampai tersesat."
"Palazzo dei Priori, Palazzo dei Priori," aku mengulang-ulang nama itu, berusaha menghafalnya.
"Atau ‘menara jam', kalau mereka bisa berbahasa Inggris. Aku akan memutar dan berusaha mencari tempat sepi di belakang kota supaya bisa memanjat tembok.” Aku mengangguk.
“Palazzo dei Priori.”
“Edward akan berada di bawah menara jam, di utara alun-alun. Di sebelah kanannya ada gang sempit, dan dia menunggu di sana, di bawah bayang-bayang. Kau harus menarik perhatiannya sebelum dia keluar ke bawah terik matahari.” Aku mengangguk-angguk cepat.
Alice sudah mendekati bagian depan barisan. Tampak seorang lelaki berserat biru laut mengarahkan arus lalu lintas, membelokkan mobil-mobil menjauhi lapangan parkir yang penuh. Mobil-mobil itu berputar arah dan kembali untuk mencari tempat parkir di pinggir jalan. Lalu tibalah giliran Alice.
Lelaki berseragam itu menggerak-gerakkan tangannya dengan sikap ogah-ogahan, tidak memerhatikan.
Alice menekan pedal gas, menyusup di sampingnya, melaju menuju gerbang. Lelaki itu meneriakkan sesuatu pada kami, tapi tetap berdiri di tempat, melambai-lambaikan tangan kalang-kabut pada mobil berikut agar tidak meniru kelakuan buruk kami.
Lelaki di pintu gerbang mengenakan seragam yang sama. Saat kami mendekat, gerombolan turis melewati kami, memenuhi trotoar, memandang dengan sikap ingin tahu Porsche mewah yang memaksa masuk itu.
Si penjaga berdiri tepat di tengah jalan. Alice memiringkan mobil hati-hati sebelum berhenti. Sinar matahari menerpa jendelaku, dan Alice terlindung oleh bayang-bayang. Dengan cekatan tangannya terulur ke belakang kursi dan menyambar sesuatu dari dalam tasnya.
Penjaga itu menghampiri mobil dengan ekspresi kesal, lalu dengan marah mengetuk kaca jendela Alice.
Alice menurunkan kaca jendelanya separo, dan kulihat penjaga itu terperangah sedikit begitu melihat wajah yang menyembul di balik kaca mobil yang gelap.
"Maaf hanya bus pariwisata yang diperkenankan masuk k, kota hari ini, Miss," kata penjaga itu dengan bahasa Inggris patah-patah yang berlogat kental.
Nadanya kini meminta maaf, seolah-olah menyesal harus menyampaikan kabar buruk pada wanita yang sangat memesona.
“Ini tur pribadi," sahut Alice, menyunggingkan senyum memikat.
Ia mengulurkan tangan ke luar jendela, ke terik matahari. Aku menegang, sebelum kemudian sadar bahwa ia mengenakan sarung tangan warna kulit sebatas siku. Alice meraih tangan si penjaga yang masih terangkat sehabis mengetuk kaca jendelanya tadi, lalu menariknya ke dalam mobil.
Alice meletakkan sesuatu ke telapak tangan si penjaga, lalu menutup jari-jarinya. Wajah si penjaga tampak linglung waktu ia
menarik kembali tangannya dan memandangi gulungan tebal uang yang kini dipegangnya. Yang terluar adalah lembaran seribu dolar. "Apakah ini lelucon?" gumam si penjaga. Senyum Alice membutakan. "Hanya bila Anda menganggapnya lucu."
Penjaga itu menatap Alice, matanya membelalak lebar. Dengan gugup kulirik jam di dasbor. Kalau Edward tetap dengan rencana semula, kami hanya punya waktu lima menit.
"Aku agak terburu-buru," ucap Alice, masih tersenyum.
Penjaga itu mengerjap dua kali, kemudian menyurukkan uang itu ke dalam rompinya. Ia mundur selangkah menjauhi jendela dan melambaikan tangan, menyilakan kami lewat.
Tampaknya tak ada yang menyadari perpindahan uang secara diam-diam tadi, Alice melaju memasuki kota, dan kami sama-sama mengembuskan napas lega.
Jalanan sangat sempit, dilapisi bebatuan yang warnanya sama dengan bangunan-bangunan cokelat kayu manis pudar yang menutupi jalan dengan bayang-bayangnya. Rasanya seperti yang menutupi berada di gang.
Bendera-bendera merah menghiasi dinding, satu sama lain hanya berjarak beberapa meter, berkibar-kibar ditiup angin yang melengking di jalan sempit itu. Jalanan penuh sesak, dan para pejalan kaki membuat laju kami terhambar.
"Tidak jauh lagi,” Alice menyemangatiku; tanganku mencengkeram pegangan pintu, siap meloncat ke jalan begitu mendapat aba-aba dari Alice.
Novel Twilight – New Moon Bab 108 Telah Selesai
Bagaimana Novel Twilight - New Moon Bab 108 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.
Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.
Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :
- Novel Lelaki Yang Tak Terlihat Kaya
- Novel Romantis Pengantin Pengganti
- Novel Elena : Si Gadis Tangguh
- Novel Charlie Wade Si Kharismatik
- Novel Romantis My Lovely Boss
- Novel Perintah Kaisar Naga
- Novel My Imperfect CEO
- NOVEL KISAH ISTRI BAYARAN
- Novel Perceraian Ke-99

0 komentar: