Senin, 07 November 2022

Novel Twilight : NEW MOON Bab 106

Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .

Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.

Sekarang, kalian  membaca Novel Twilight Bab 106 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊




Baca Selengkapnya Novel Twilight – New Moon Bab 106

"Apakah aku membuatmu takut?" tanya Alice.

"Kusangka memang itulah yang kauinginkan."

"Memang!" aku terkesiap.

"Oh, Alice, lakukan sekarang! Aku bisa membantumu—dan aku tidak akan memperlambat larimu. Gigit aku!"

"Ssstt," Alice memperingatkan.

Si pramugara lagi-lagi melihat ke arah kami.

"Cobalah berpikir jernih," bisiknya.

"Waktunya tidak cukup. Kita harus sampai di Volterra besok. Padahal kalau aku menggigitmu, kau akan menggeliat-geliat kesakitan berhari-hari." Alice mengernyitkan muka.

"Dan bayangkan saja bagaimana reaksi para penumpang lain."

Aku menggigit bibir.

"Kalau kau tidak melakukannya sekarang, kau akan berubah pikiran."

"Tidak" Alice mengerutkan kening, ekspresinya tidak senang.

"Kurasa aku tidak akan berubah pikiran. Edward pasti akan marah, tapi apa lagi yang bisa dia lakukan?"

Jantungku berdegup semakin kencang. "Tidak ada."


Alice tertawa pelan, kemudian mendesah.

"Kau terlalu percaya padaku, Bella. Aku tidak yakin apakah aku bisa. Bisa-bisa kau malah terbunuh nanti."

“Aku berani mengambil risiko itu."

"Kau ini sangat aneh, bahkan untuk ukuran manusia.”

“Trims.”

"Oh Well, saat ini, ini kan hanya hipotesis. Pertama-tama, kita harus bisa melewati hari esok lebih dulu.”

"Benar sekali," Tapi setidaknya aku punya sesuatu yang bisa diharapkan seandainya kami selamat melewati hari esok.


Kalau Alice benarbenar menepati janjinya—dan kalau dia tidak membunuhku—maka Edward boleh mengejar apa saja yang dia inginkan untuk mengalihkan pikirannya, dan aku bisa mengikutinya. Aku tidak akan membiarkannya memikirkan hal lain. Mungkin, kalau aku cantik dan kuat, dia tidak ingin memikirkan hal lain.

"Tidurlah lagi," Alice menyuruhku. Aku akan membangunkanmu kalau ada perkembangan baru."

"Baiklah," gerutuku, yakin aku takkan bisa tidur lagi. Alice mengangkat kedua kakinya ke kursi, merangkulnya dengan kedua tangan dan meletakkan dahinya ke lutut. Ia bergoyang majumundur sambil berkonsentrasi.

Aku meletakkan kepalaku ke kursi, menatapnya, dan tahu-tahu waktu aku sadar, kulihat Alice menurunkan penutup jendela dengan keras, menghalangi cahaya matahari yang mulai merekah di ufuk timur.

"Apa yang terjadi?” gumamku.

"Mereka sudah menolak permintaannya," kata Alice pelan.

Aku langsung bisa melihat antusiasme Alice lenyap sama sekali.

Suaraku tercekat di tenggorokkan karena panik.

"Apa yang akan Edward lakukan?”

"Kacau sekali awalnya. Aku hanya bisa melihat sepotong-potong, rencananya berubah-ubah sangat cepat."

"Apa saja rencananya?" desakku.

"Waktunya sangat tidak tepat," bisik Alice.

"Awalnya dia memutuskan untuk berburu."

Alice menatapku, melihat mimik tak mengerti tergambar di wajahku.

"Di kota," ia menjelaskan.

"Dia sudah hampir melakukannya. Tapi dia berubah pikiran pada saat-saat terakhir."

“Dia tidak mau mengecewakan Carlisle," gumamku. Tidak pada akhirnya.

"Mungkin," Alice sependapat.

"Cukupkah waktunya?" Saat aku bicara, terasa ada perubahan tekanan udara dalam kabin pesawat. Aku bisa merasakan pesawat mengurangi ketinggian.

"Mudah-mudahan cukup—kalau Edward tetap pada keputusan terakhirnya, mungkin."

“Apa itu?"

"Mudah saja. Dia akan berdiri di bawah terik matahari."

Berdiri di bawah terik matahari. Hanya itu. Itu saja sudah cukup. Bayangan Edward berdiri di tengah padang rumput—kulitnya berkilauan dan berpendar-pendar seolah-olah terbuat dari jutaan berlian—terpatri sangat jelas dalam ingatanku.

Tak seorang manusia pun yang melihatnya akan melupakannya. Keluarga Volturi tidak mungkin mengizinkan itu terjadi. Tidak bila mereka ingin tetap merahasiakan keberadaan mereka di kota itu. Kupandangi seberkas cahaya abu-abu yang menerobos masuk lewat jendela-jendela terbuka.

"Kita akan terlambat" bisikku, kerongkonganku tercekat oleh kepanikan.

Alice menggeleng.

"Saat ini, dia cenderung ingin melakukan hal yang melodramatis. Dia ingin dirinya ditonton sebanyak mungkin orang, jadi dia akan memilih alun-alun utama, di bawah menara jam. Tembok-tembok di sana tinggi. Dia akan menunggu sampai matahari tepat di atas kepala.

"Jadi kita punya waktu sampai tengah hari?”

"Kalau kita beruntung. Kalau dia tetap dengan keputusannya."


Suara pilot bergaung melalui interkom, mengumumkan, pertama dalam bahasa Prancis lalu Inggris, bahwa kami akan segera mendarat. Lampu sabuk pengaman menyala dengan suara berdenting.

"Seberapa jauh perjalanan dari Florence ke Volterra?”

"Tergantung seberapa cepat kau menyetir... Bella?”

“Ya?”

Alice menatapku dengan sikap spekulatif.

"Bagaimana pendapatmu tentang pencurian mobil mewah? Sebuah Porsche kuning terang berhenti dengan suara rem berdecit nyaring beberapa meter di depanku yang berjalan mondar-mandir, tulisan TURBO dengan huruf-huruf melengkung perak terpampang di bagian belakangnya. Semua orang di trotoar bandara yang penuh sesak memerhatikan mobil itu.

"Cepat, Bella!" Alice berteriak tak sabar lewat jendela yang terbuka.

Aku berlari ke pintu dan melompat masuk, rasanya ingin sekali menutupi wajahku dengan stoking hitam seperti pencuri.

"Ya ampun, Alice," keluhku.

“Apa kau tidak bisa memilih mobil lain yang lebih mencolok untuk dicuri?"

Interior mobil itu berlapis kulit hitam, dan jendela-jendelanya dilapisi kaca film gelap. Rasanya lebih aman berada di dalam, seperti malam hari.

Alice meliuk-liukkan mobil, terlalu kencang, menerobos lalu lintas bandara yang ramai— menyusup di antara ruang-ruang lowong tipis di antara mobil-mobil sementara aku tegang ketakutan dan tanganku meraba-raba mencari sabuk pengaman.

Novel Twilight – New Moon Bab 106 Telah Selesai

Bagaimana Novel Twilight - New Moon Bab 106 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.

Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.

Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :

Bab Selanjutnya
Bab Sebelumnya

0 komentar: