Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .
Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.
Sekarang, kalian membaca Novel Twilight Bab 3 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊
Baca Selengkapnya Novel Twilight – New Moon Bab 3
"Hanya mengecek," Edward menyurukkan jarijarinya ke rambut perunggunya yang berantakan. "Siapa tahu kau berubah pikiran. Kebanyakan orang sepertinya menikmati hari ulang tahun dan hadiah."
Alice tertawa, suaranya bergemerincing, seperti genta angin. "Tentu saja kau akan menikmatinya. Semua orang akan bersikap baik padamu hari ini dan menuruti kemauanmu, Bella. Hal terburuk apa
yang bisa terjadi?" Itu pertanyaan retoris yang tak perlu dijawab.
"Bertambah tua," aku tetap menjawab, dan suaraku kedengarannya tidak semantap yang kuinginkan.
Di sampingku, senyum Edward mengejang kaku.
"Delapan belas kan tidak terlalu tua," sergah Alice. "Bukankah wanita biasanya menunggu sampai mereka berumur 29 baru merasa tua?"
"Delapan belas berarti lebih tua daripada Edward," aku bergumam. Edward mendesah.
"Teknisnya begitu," sambung Alice, menjaga nadanya tetap ringan.
"Tapi kan, hanya setahun lebih tua."
Dan kupikir... kalau aku bisa merasa yakin akan masa depan yang kuinginkan, yakin aku bisa bersama Edward selamanya, juga Alice dan semua anggota keluarga Cullen yang lain (lebih disukai tidak sebagai wanita tua yang keriputan)...
maka satu atau dua tahun lebih tua takkan terlalu masalah bagiku. Tapi tekad Edward sudah bulat bahwa tidak akan ada perubahan bagiku di masa depan. Masa depan yang membuatku jadi seperti dia—membuatku abadi juga.
Kebuntuan, begitulah ia menyebutnya.
Jujur saja, aku tidak benar-benar bisa memahami jalan pikiran Edward. Apa enaknya bisa mati? Menjadi vampir tampaknya bukan hal yang
tidak enak—setidaknya kalau melihat bagaimana keluarga Cullen menjalaninya.
"Jam berapa kau akan datang ke rumah?" sambung Alice, mengganti topik.
Dari ekspresinya, ia merencanakan sesuatu yang justru ingin kuhindari.
"Aku tidak tahu aku punya rencana datang ke sana."
"Oh, yang benar saja, Bella!" keluh Alice.
"Kau tidak akan merusak kegembiraan kami, kan?"
"Lho, kusangka di hari ulang tahunku aku berhak menentukan apa yang aku inginkan."
"Aku akan menjemputnya di rumah Charlie usai sekolah," kata Edward pada Alice, tak menggubrisku sama sekali.
"Aku harus kerja," protesku.
"Ah, siapa bilang," tukas Alice dengan nada menang.
"Aku sudah bicara dengan Mrs. Newton mengenainya. Dia mau kok mengganti jadwal shiftmu. Dia kirim salam 'Selamat Ulang Tahun'."
"Aku—aku tetap tidak bisa datang," kataku terbata-bata, gelagapan mencari alasan.
"Aku, Well belum sempat nonton Romeo and Juliet untuk kelas bahasa Inggris."
Alice mendengus. "Ah, kau sudah hafal Romeo and Juliet!'
"Tapi kata Mr. Berty, kami harus melihat sandiwara itu dilakonkan untuk bisa sepenuhnya menghargainya—karena begitulah yang diinginkan Shakespeare." Edward memutar bola matanya.
"Kau kan sudah nonton filmnya," tuduh Alice.
"Tapi versi yang 1960-an belum. Kata Mr. Berty, versi itulah yang terbaik."
Akhirnya, Alice menghapus senyum kemenangan itu dari wajahnya dan memelototiku.
"Ini bias mudah, atau bisa juga sulit, Bella, tapi pokoknya—" Edward memotong ancamannya.
"Rileks, Alice. Kalau Bella ingin nonton film. dia boleh nonton film. Ini kan hari ulang tahunnya."
"Nah, kan," imbuhku.
"Aku akan membawanya ke sana sekitar jam tujuh," sambung Edward.
"Kau punya banyak waktu untuk menyiapkan semuanya." Tawa Alice kembali berderai.
"Kedengarannya asyik. Sampai nanti malam, Bella! Bakalan asyik, lihat saja nanti" Ia nyengir—senyum lebarnya menampakkan sederet giginya yang sempurna dan mengilat—lalu mengecup pipiku dan berlari menuju kelas pertamanya sebelum aku sempat merespons.
“Edward, please—" aku mulai memohon, tapi Edward menempelkan jarinya yang dingin ke bibirku.
"Nanti saja kita diskusikan. Kita bisa terlambat masuk kelas.”
Tidak ada yang repot-repot memandangi kami saat kami sepera biasa mengambil tempat di bagian belakang kelas (sekarang hampir semua kelas kami sama—luar biasa bagaimana Edward bisa membuat para pegawai tata usaha yang wanita mau membantunya).
Edward dan aku sudah bersama-sama cukup lama sehingga tak lagi menjadi sasaran gosip. Bahkan Mike Newton sudah tak lagi melayangkan pandangan muram yang dulu sempat membuatku merasa sedikit bersalah. Sekarang ia malah tersenyum, dan aku senang karena sepertinya ia bisa menerima bahwa kami hanya bisa berteman.
Mike banyak berubah selama liburan musim panas kemarin—wajahnya kini tidak lagi bulat tembam, membuat tulang pipinya tampak semakin menonjol, dan rambut pirang pucatnya pun dipotong model baru; kini rambutnya tidak jabrik lagi, melainkan sedikit lebih panjang dan di-gel hati-hati untuk menimbulkan kesan agak berantakan. Mudah saja mengetahui dari mana ia mendapatkan inspirasi model rambut itu—tapi penampilan Edward bukan sesuatu yang bisa diperoleh dengan cara meniru.
Seiring dengan berjalannya hari, aku mempertimbangkan beberapa cara untuk mangkir dari entah acara apa yang akan dilangsungkan di rumah keluarga Cullen malam ini. Pasti menyebalkan jika harus mengikuti perayaan padahal suasana hatiku justru sedang ingin berduka. Tapi, yang lebih parah lagi, pasti akan ada perhatian dan hadiah-hadiah di sana.
Perhatian bukan sesuatu yang diinginkan orang kikuk yang gampang cedera seperti aku. Tak ada
yang ingin menjadi sorotan bila besar kemungkinan kau bakal jatuh terjerembab. Dan aku sudah terang-terangan meminta—Well, memerintahkan, lebih tepatnya—agar tidak ada yang memberiku kado tahun ini. Kelihatannya bukan hanya Charlie dan Renee yang memutuskan untuk tidak menggubrisnya.
Aku tidak pernah punya banyak uang, tapi itu bukan masalah bagiku. Renee membesarkan aku dengan gaji guru TK. Pekerjaan Charlie juga tidak memberinya gaji besar—dia kepala polisi di sini, di Forks yang hanya kota kecil.
Satu-satunya pendapatan pribadiku hanya didapat dari hasil bekerja tiga kali seminggu di toko perlengkapan olahraga setempat. Di kota sekecil ini, bisa mendapat pekerjaan saja sudah untung.
Setiap sen yang kuhasilkan langsung masuk ke tabungan untuk biaya kuliah nanti. (Kuliah itu Rencana B. Aku masih berharap bisa menjalankan Rencana A, tapi Edward ngotot ingin tetap mempertahankan aku sebagai manusia...)
Novel Twilight – New Moon Bab 3 Telah Selesai
Bagaimana Novel Twilight - New Moon Bab 3 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.
Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.
Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :
- Novel Lelaki Yang Tak Terlihat Kaya
- Novel Romantis Pengantin Pengganti
- Novel Elena : Si Gadis Tangguh
- Novel Charlie Wade Si Kharismatik
- Novel Romantis My Lovely Boss
- Novel Perintah Kaisar Naga
- Novel My Imperfect CEO
- NOVEL KISAH ISTRI BAYARAN
- Novel Perceraian Ke-99

0 komentar: