Jumat, 21 Oktober 2022

Baca Selengkapnya Novel Twilight Pandangan Pertama Bab 96

Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .

Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.

Sekarang, kalian  membaca Novel Twilight Bab 96 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊



Baca Selengkapnya Novel Twilight – Pandangan Pertama Bab 96

"Yeah," aku sependapat, dan mengangkat bahu.

"Begitulah kalau habis mengalami peristiwa yang nyaris menyebabkan kematian... Jadi, apa pendapat Carlisle mengenai kedatanganmu ke sini?"

"Dia tidak tahu. Dia dan Esme sedang pergi berburu. Beberapa hari lagi dia kembali."

"Kau tidak akan memberi tahu dia, kan... kalau dia datang lagi nanti?'' tanyaku. Alice tahu yang kumaksud kali ini bukan Carlisle.

"Tidak. Bisa-bisa dia ngamuk nanti," jawab Alice muram. Aku tertawa, kemudian mendesah.

Aku tidak kepingin tidur. Aku ingin berjaga sepanjang malam, mengobrol dengan Alice. Lagi pula, tidak masuk akal bila aku lelah, karena seharian tadi aku tidur di sofa Jacob. Tapi tenggelam benar-benar menguras habis tenagaku, tapi mataku tak mau diajak kompromi.

Kuletakkan kepalaku bahunya yang sekeras batu, dan terhanyut dalam tidur yang lebih tenang daripada yang bisa kuharapkan.


Aku bangun pagi-pagi sekali, dari tidur nyenyak tanpa mimpi, merasa segar bugar tapi kaku. Aku terbaring di sofa, di bawah selimut yang kusiapkan untuk Alice, dan aku bisa mendengarnya mengobrol dengan Charlie di dapur. Kedengarannya Charlie sedang membuatkan sarapan untuknya.

"Seberapa parah keadaannya, Charlie?" tanya Alice lirih, dan awalnya kukira mereka sedang membicarakan keluarga Clearwater.

Charlie mendesah. "Parah sekali."

"Ceritakan semua padaku. Aku ingin tahu persis apa yang terjadi setelah kami pergi." Sejenak tidak terdengar apa-apa kecuali pintu rak dapur ditutup dan pemantik api di kompor dinyalakan. Aku menunggu, tegang.

"Aku tidak pernah merasa begitu tak berdaya," Charlie memulai lambat-lambat.

"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Minggu pertama itu— aku sampai mengira mungkin dia perlu dirawat di rumah sakit. Dia tidak mau makan atau minum, juga tidak mau bergerak. Dr. Gerandy bolak-balik menyebut istilah 'katatonik’, tapi aku tidak mengizinkannya menemui Bella. Aku takut itu akan membuatnya ketakutan.”

“Tapi akhirnya dia normal lagi?"

"Aku meminta Renee datang dan membawanya ke Florida. Pokoknya aku tidak mau menjadi orang yang... seandainya dia harus dirawat di rumah sakit atau sebangsanya. Aku berharap tinggal dengan ibunya bisa membantu. Tapi waktu kami mulai mengemasi pakaiannya, tiba-tiba saja dia bangun. Aku pernah melihat Bella mengamuk seperti itu. Dia bukan anak pemarah, tapi, ya ampun, saat itu dia mengamuk habis-habisan. Dia menghamburkan pakaiannya ke mana-mana dan berteriak-teriak, tidak mau disuruh pergi— kemudian akhirnya dia mulai menangis. Menurutku, itulah titik baliknya. Aku tidak membantah waktu dia bersikeras ingin tetap tinggal di sini... dan awalnya dia benar-benar seperti sudah membaik..."

Suara Charlie menghilang. Sulit mendengarnya mencurahkan isi hati seperti ini, tahu betapa aku sudah sangat menyusahkannya.

"Tapi?” desak Alice.

"Dia kembali bersekolah dan bekerja, makan, tidur, dan mengerjakan PR. Dia menjawab bila ditanya. Tapi dia... kosong. Matanya hampa. Banyak hal kecil yang hilang—dia tidak mau mendengarkan musik lagi; aku bahkan pernah menemukan setumpuk CD rusak di tong sampah. Dia tidak membaca; dia tidak mau berada di ruangan yang sama bila TV menyala, meskipun sejak dulu dia memang jarang nonton TV Akhirnya aku mengerti—Bella sengaja menghindar dari segala sesuatu yang mengingatkannya pada... dia. "Kami nyaris tak bisa berbicara; aku sangat khawatir akan mengatakan hal-hal yang bisa membuatnya sedih—hal-hal kecil saja bisa membuatnya kalut—dan dia tidak pernah memulai pembicaraan. Dia baru menjawab bila kutanya. "Dia sendirian terus sepanjang waktu. Tidak pernah membalas telepon teman-temannya, dan setelah beberapa saat, mereka berhenti menelepon.

"Pendek kata, rasanya seperti tinggal dengan mayat hidup. Aku masih mendengar dia menjerit dalam tidurnya...”

Aku nyaris bisa melihatnya bergidik. Aku sendiri juga bergidik waktu ingat. Kemudian aku mendesah. Ternyata aku tidak berhasil memperdaya Charlie dengan berpura-pura terlihat baik-baik saja. Sedikit pun dia tidak terperdaya. "Aku sangat menyesal mendengarnya, Charlie," ucap Alice, nadanya muram.


"Itu bukan salahmu." Cara Charlie mengucapkan hal itu menunjukkan dengan jelas bahwa ia menganggap ada orang yang bertanggung jawab dalam hal itu.

"Sejak dulu kau selalu baik padanya."

"Sepertinya dia sudah lebih baik sekarang"

"Yeah. Sejak dia bergaul dengan Jacob Black, aku melihat banyak kemajuan. Pipinya mulai merona lagi bila dia pulang, matanya juga kembali bercahaya. Dia lebih bahagia." Charlie terdiam sejenak, dan suaranya berbeda waktu berbicara lagi.

"Jacob satu atau dua tahun lebih muda daripada Bella, dan aku tahu dia dulu menganggap Jacob sebagai teman, tapi kurasa mungkin hubungan mereka sekarang lebih daripada itu, atau mengarah ke sana paling tidak." Charlie mengucapkannya dengan nada yang nyaris seperti mengajak perang. Itu peringatan, bukan bagi Alice, tapi agar Alice meneruskannya ke pihak lain.

"Walaupun lebih muda, Jake sangat dewasa," sambung Charlie, nadanya masih defensif.

 "Dia mengurus ayahnya secara fisik seperti Bella mengurus ibunya secara emosional. Itu mendewasakan dia. Anaknya juga tampan—mirip ibunya. Dia cocok dengan Bella," Charlie menandaskan.

"Kalau begitu, untunglah Bella memiliki dia," Alice sependapat.

Charlie mengembuskan napas panjang, merasa tidak punya lawan lagi.


"Oke, kurasa itu terlalu melebih-lebihkan. Entahlah... bahkan meskipun sudah ada Jacob, sesekali aku masih melihat sesuatu di matanya, dan aku bertanya-tanya apakah bisa memahami betapa sakit hatinya sesungguhnya. Itu tidak normal, Alice, dan itu... itu membuatku takut. Sama sekali tidak normal. Tidak seperti... ditinggal seseorang, tapi seolaholah seperti ada yang meninggal.” Suara Charlie pecah.

Memang seperti ada yang meninggal—seolaholah akulah yang meninggal. Karena rasanya lebih

dari sekadar kehilangan seseorang yang merupakan cinta paling sejati dalam hidupku. Tapi juga kehilangan seluruh masa depan, seluruh keluarga— seluruh hidup yang telah kupilih... Charlie melanjutkan ceritanya dengan nada tak berdaya.

"Aku tidak tahu apakah Bella akan bisa melupakannya—aku tak yakin apakah dia bisa pulih dari sesuatu seperti ini. Sejak dulu dia selalu konstan dalam segala hal. Dia bukan tipe orang yang melupakan masa lalu, atau yang bisa berubah pikiran."

"Dia memang berbeda dari yang lain," Alice membenarkan dengan suara kering.

"Dan Alice..." Charlie ragu-ragu sejenak.

"Kau tahu aku sayang padamu, dan bisa kulihat dia senang bisa bertemu lagi denganmu, tapi... aku agak khawatir bagaimana kunjunganmu ini akan berakibat padanya."

“Aku juga begitu, Charlie, aku juga begitu. Aku tidak akan datang seandainya tahu keadaannya seperti ini. Maafkan aku."

“Jangan meminta maaf, Sayang. Siapa yang tahu? Mungkin ini akan berdampak baik baginya."

"Mudah-mudahan kau benar." Lama tidak terdengar suara apa-apa kecuali bunyi garpu menggesek piring dan suara Charlie mengunyah.

Aku bertanya-tanya dalam hati di mana Alice menyembunyikan makanannya.

“Alice, aku harus menanyakan sesuatu padamu," kata Charlie canggung.

Novel Twilight – Pandangan Pertama Bab 96 Telah Selesai

Bagaimana Novel Twilight - Pandangan Pertama Bab 96 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.

Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.

Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :

Bab Selanjutnya
Bab Sebelumnya

0 komentar: