Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .
Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.
Sekarang, kalian membaca Novel Twilight Bab 10 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊
Baca Selengkapnya Novel Twilight – Pandangan Pertama Bab 10
Aku menghirup sodaku pelan-pelan, perutku keroncongan. Dua kali Mike menanyakan keadaanku, dengan kekhawatiran yang sebenarnya tidak perlu. Kukatakan aku baik-baik saja, tapi dalam hati berpikir apakah sebaiknya aku bersandiwara saja dan menyembunyikan diri di UKS selama satu jam ke depan. Konyol.
Aku seharusnya tak perlu melarikan diri. Aku memutuskan untuk melirik sekali lagi ke meja tempat keluarga Cullen berada. Kalau ia menatapku, aku akan bolos kelas Biologi, seperti pengecut. Aku terus menunduk dan mengintip sekilas dari balik bulu mataku. Tak satu pun dari mereka melihat ke arahku.
Aku sedikit mengangkat kepala.
Mereka sedang tertawa. Edward, Jasper, dan Emmett, rambut mereka berlumur salju yang meleleh. Alice dan Rosalie menjauhkan diri ketika Emmett mengibaskan rambutnya yang basah ke arah mereka. Mereka menikmati hari bersalju, seperti anak-anak lainnya—hanya saja mereka lebih mirip adegan film ketimbang kami.
Tapi terlepas dari tawa dan keceriaan itu, ada sesuatu yang berbeda, dan aku tak dapat mengatakan dengan pasti apa itu. Aku mengamati Edward dengan sangat saksama. Warna kulitnya sudah tidak terlalu pucat—barangkali memerah akibat perang-perangan salju—lingkaran di bawah matanya juga sudah tidak terlalu kentara. Tapi ada sesuatu. Aku memikirkannya lagi sambil memandangi mereka, berusaha menemukan perubahan itu.
“Kau sedang menatap apa, Bella?" Jessica membuyarkan lamunanku, matanya mengikuti arah pandanganku. Pada saat bersamaan mata Edward bersirobok dengan mataku.
Aku menunduk, kubiarkan rambutku terurai menutupi wajah. Meski begitu aku yakin, saat sekilas mata kami beradu pandang itu, ia tidak terlihat kasar atau tak bersahabat seperti terakhir kali aku bertemu dengannya. Ia hanya kelihatan penasaran, seperti tidak puas. "Edward Cullen menatapmu," Jessica berbisik di telingaku sambil cekikikan.
"Dia tidak kelihatan marah, ya kan?" Aku tak bisa menahan diri.
"Tidak," kata Jessica, terdengar bingung dengan pertanyaanku. "Apakah seharusnya dia marah?" "Sepertinya dia tidak suka padaku," kataku jujur. Aku masih gelisah. Kutelungkupkan kepalaku di tangan. "Keluarga Cullen tidak menyukai siapa pun... Well, mereka memang tidak memedulikan siapa-siapa. Tapi dia masih memandangimu."
"Sudah, jangan dilihat lagi," desisku.
Jessica mendengus, tapi ia toh mengalihkan pandangan. Kuangkat kepalaku sedikit untuk memastikan, dan bermaksud mengancamnya kalau ia menolak. Lalu Mike menyela kami—ia merencanakan perang salju di lapangan parkir seusai jam sekolah dan ingin kami bergabung. Dengan penuh semangat Jessica menyetujuinya.
Dari caranya menatap Mike, aku ragu ia akan menolak apa pun yang disarankan cowok itu. Aku diam saja. Aku harus bersembunyi di gimnasium sampai lapangan parkir sepi. Selama sisa waktu makan siang dengan sangat hati-hati kuarahkan pandanganku ke mejaku sendiri. Kuputuskan untuk melaksanakan ideku tadi. Berhubung ia tidak kelihatan marah, aku akan ikut pelajaran Biologi. Perutku sedikit mulas ketika membayangkan akan duduk bersebelahan lagi dengannya.
Aku benar-benar tak ingin berjalan ke kelas bareng Mike seperti biasa—sepertinya ia sasaran empuk para pelempar bola salju—tapi ketika kami berjalan menuju kelas, semua orang kecuali aku serempak mengeluh. Hujan turun, membuat salju di sepanjang jalan setapak mencair. Aku menaikkan tudung jaket, menyembunyikan perasaan senangku. Artinya aku bebas, bisa langsung pulang setelah kelas Olahraga.
Mike terus mencerocos, dan mengeluh sepanjang perjalanan menuju gedung empat.
Begitu tiba di kelas, aku lega karena mejaku masih kosong. Mr. Banner sedang berjalan mengelilingi kelas, membagikan mikroskop dan sekotak slide untuk
masingmasing
meja. Selama beberapa menit pelajaran belum juga dimulai, dan ruangan langsung bergema dengan anak-anak yang mengobrol. Aku terus menjauhkan pandangan dari pintu, iseng-iseng menggambari sampul buku catatanku. Aku mendengar sangat jelas ketika kursi di sebelahku bergeser, tapi mataku tetap terarah pada gambarku.
"Halo," kudengar suara merdu dan tenang. Aku mendongak, terkejut karena Edward-lah yang sedang berbicara padaku. Ia duduk sejauh mungkin hingga ke ujung meja, tapi kursinya diarahkan padaku. Air menetes dari rambutnya, berantakan—meski begitu ia terlihat seperti baru saja selesai syuting iklan gel rambut. Wajahnya yang memesona tampak bersahabat, senyum tipis mengembang di bibirnya yang sempurna. Tapi matanya tampak hati-hati.
"Namaku Edward Cullen," lanjutnya.
"Aku tidak sempat memperkenalkan diri minggu lalu.
Kau pasti Bella Swan." Saking bingungnya, kepalaku sampai pusing. Apakah aku selama ini berkhayal? Sekarang ia sangat sopan. Aku harus bicara; ia menunggu. Tapi aku tak bisa mengatakan apa pun yang wajar.
“B-bagaimana kau tahu namaku?" tanyaku terbata-bata.
Ia tertawa lembut, tawa yang menyenangkan. "Oh, kurasa semua orang tahu namamu. Seluruh kota telah menanti-nantikan kedatanganmu.”
Aku nyengir. Sudah kuduga jawabannya akan seperti ini. "Tidak" bantahku bodoh. "Maksudku, kenapa kau memanggilku Bella?"
Ia tampak bingung. "Kau mau dipanggil Isabella?"
"Tidak, aku lebih suka Bella," kataku. "Tapi kupikir Charlie—maksudku ayahku—pasti memanggilku Isabella di belakangku—pasti itulah yang diketahui orang-orang di sini," aku mencoba menjelaskan, benar-benar merasa seperti orang bodoh.
"Oh." Ia tidak meneruskan. Aku memalingkan wajah malu-malu.
Untungnya Mr. Banner memulai pelajaran saat itu juga. Aku mencoba berkonsentrasi mendengarkan saat ia menjelaskan tentang percobaan yang akan kami lakukan hari ini. Slide di kotak tak dapat digunakan.
Bersama partner masing-masing, kami harus memisahkan slide akar bawang merah menjadi tahapan mitosis yang mereka representasikan dan memberi label sesuai identitas mereka. Kami tidak diperbolehkan membaca buku. Dalam dua puluh menit ia akan berkeliling untuk melihat siapa yang melakukannya dengan benar.
"Mulai," perintahnya.
"Kau duluan, partner?" tanya Edward. Aku mengangkat kepala dan kulihat ia tersenyum lebar begitu menawannya sampai-sampai aku hanya memandanginya seperti orang idiot.
"Atau aku bisa memulainya kalau kau mau." Senyum itu memudar; jelas ia mengira aku tidak kompeten melakukannya.
"Tidak," kataku, wajahku merah padam. "Aku akan memulainya."
Novel Twilight – Pandangan Pertama Bab 10 Telah Selesai
Bagaimana Novel Twilight - Pandangan Pertama Bab 10 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.
Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.
Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :
- Novel Lelaki Yang Tak Terlihat Kaya
- Novel Romantis Pengantin Pengganti
- Novel Elena : Si Gadis Tangguh
- Novel Charlie Wade Si Kharismatik
- Novel Romantis My Lovely Boss
- Novel Perintah Kaisar Naga
- Novel My Imperfect CEO
- NOVEL KISAH ISTRI BAYARAN
- Novel Perceraian Ke-99
0 komentar: