Minggu, 06 November 2022

Novel Twilight : NEW MOON Bab 95

Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .

Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.

Sekarang, kalian  membaca Novel Twilight Bab 95 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊




Baca Selengkapnya Novel Twilight – New Moon Bab 95

"Tidak bisakah kau tinggal dulu di sini?" pintaku.

"Please? Sebentar saja. Aku sangat rindu padamu." Suaraku pecah.

"Kalau menurutmu itu ide bagus" Matanya terlihat tidak senang. .

"Menurutku itu ide bagus. Kau bisa menginap di sini – Charlie pasti senang sekali."

"Aku kan punya rumah, Bella"

Aku mengangguk, kecewa tapi tidak menyerah.

Alice ragu-ragu, mengamanku.

"Well aku kan perlu mengambil baju ganti, paling tidak."

Aku memeluknya. "Alice, kau baik sekali!"

"Dan kurasa aku harus berburu. Segera," imbuhnya kaku.

"Uups" Aku langsung mundur selangkah.

"Kau bisa kan, menghindari masalah satu jam saja?" tanyanya skeptis.

Kemudian, sebelum aku sempat menjawab, Alice mengacungkan satu jari dan memejamkan mata. Wajahnya datar dan kosong selama beberapa detik. Kemudian matanya terbuka dan ia menjawab pertanyaannya sendiri.


"Ya, kau akan baik-baik saja. Setidaknya malam ini." Ia meringis. Bahkan saat mengernyit seperti itu, ia masih terlihat seperti malaikat.

"Nanti kau kembali, kan?" tanyaku, suaraku kecil.

"Aku janji—satu jam."

Kulirik jam di meja dapur. Alice tertawa dan mencondongkan tubuh cepat-cepat untuk mengecup pipiku. Detik berikutnya ia sudah pergi. Aku menarik napas dalam-dalam.

Alice akan kembali. Tiba-tiba aku merasa jauh lebih enak. Banyak sekali yang harus kulakukan untuk menyibukkan diri sambil menunggu. Mandi jelas jadi prioritas pertama. Sambil menanggalkan pakaian, aku mengendusi bahuku, tapi tidak bisa mencium bau apa pun kecuali bau garam dan rumput laut.

Aku jadi penasaran apa maksud Alice mengatakan tubuhku bau sekali. Setelah tubuhku bersih, aku kembali ke dapur. Tidak terlihat tanda-tanda Charlie sudah makan, jadi mungkin ia lapar jika pulang nanti. Aku bergumam tanpa nada sambil menyibukkan diri di dapur.

Sementara kaserol hari Kamis kemarin sedang dipanaskan di microwave, aku memasang seprai di sofa dan meletakkan bantal tua. Alice tidak membutuhkannya, tapi Charlie perlu melihatnya. Aku berhati-hati untuk tidak mengawasi jam dinding. Tak ada alasan untuk panik; Alice sudah berjanji.

Aku tergesa-gesa menghabiskan makananku tanpa merasakannya—yang kurasakan hanya perih saat makanan meluncur di tenggorokanku yang luka. Kebanyakan aku haus; pasti ada setengah galon air laut yang terminum olehku. Tingginya kadar garam dalam tubuhku membuatku dehidrasi.

Aku beranjak untuk mencoba nonton TV sambil menunggu.

Ternyata Alice sudah di sana, duduk di tempat tidurnya yang telah kusiapkan. Matanya bagaikan butterscotch cair. Ia tersenyum dan menepuknepuk bantal.

"Trims."

"Kau datang lebih awal," seruku, gembira.

Aku duduk di sebelahnya dan menyandarkan kepalaku di bahunya. Ia melingkarkan lengannya yang dingin di bahuku dan mendesah.

"Bella. Harus kami apakan kau?"

"Entahlah," aku mengakui.

"Aku benar-benar sudah berusaha sekuat tenaga."

“Aku percaya padamu." Lalu kami terdiam

"Apakah—apakah dia..." Aku menghela napas dalam-dalam.


Lebih sulit menyebut namanya dengan suara keras, walaupun aku bisa memikirkannya sekarang.

"Apakah Edward tahu kau di sini?" Aku tidak tahan untuk tidak bertanya. Bagaimanapun, itu kepedihanku. Aku akan membereskannya setelah Alice pergi nanti, aku berjanji pada diriku sendiri, dan merasa mual memikirkannya.

"Tidak." Hanya ada satu kemungkinan bahwa itu benar.

"Dia tidak sedang bersama Carlisle dan Esme?"

"Dia datang beberapa bulan sekali."

"Oh." Kalau begitu ia pasti masih sibuk menikmati hal-hal lain yang bisa mengalihkan pikirannya. Aku memfokuskan rasa ingin tahuku pada topik lain yang lebih aman.

"Kauhilang tadi kau terbang ke sini... Kau datang dari mana?"

"Aku sedang di Denali. Mengunjungi keluarga Tanya."

"Apakah Jasper ada di sini? Dia datang bersamamu?"

Alice menggeleng.

"Dia tidak suka aku ikut campur. Kami sudah berjanji..." Suaranya menghilang, kemudian nadanya berubah.

"Menurutmu Charlie tidak keberatan aku datang ke sini?" tanyanya, terdengar waswas.

"Charlie menganggapmu baik sekali, Alice"

"Well, sebentar lagi kita akan tahu." Benar saja, beberapa detik kemudian aku mendengar suara mobil memasuki halaman. Aku melompat dan bergegas membukakan pintu.

Charlie tersaruk-saruk pelan meniti jalan, matanya tertuju ke tanah dan bahunya terkulai. Aku menghampirinya; ia bahkan tidak melihatku sampai aku memeluk pinggangnya. Ia membalas pelukanku dengan sepenuh hati.

“Aku ikut sedih mendengar tentang Harry, Dad"

"Aku akan sangat kehilangan dia," gumam Charlie.

"Bagaimana keadaan Sue?"

"Dia seperti orang linglung, seperti belum bisa mencernanya. Sam menemaninya sekarang..." Volume suaranya hilang-timbul.

"Kasihan anakanak itu. Leah hanya setahun lebih tua daripada kau, sementara Seth baru empat belas..." Charlie menggeleng-gelengkan kepala.

Sambil tetap merangkulku, Charlie berjalan lagi menuju pintu.

"Em, Dad?" Kupikir lebih baik aku mengingatkannya dulu.

"Dad pasti tidak akan menyangka siapa yang sedang di sini sekarang." Charlie menatapku kosong.

Kepalanya menoleh dan melihat Mercedez yang diparkir di seberang jalan, cahaya lampu teras terpantul di bodinya yang dicat hitam mengilat. Sebelum ia sempat bereaksi, Alice sudah berdiri di ambang pintu.

"Hai, Charlie," sapanya pelan.

"Maaf aku datang pada saat yang sangat tidak tepat."

"Alice Cullen?" Charlie memicingkan mata, memandangi sosok mungil di depannya, seolaholah meragukan matanya sendiri.

"Alice, benarkah itu kau?"

"Ini memang aku," Alice membenarkan.

"Kebetulan aku sedang berada di sekitar sini."

"Apakah Carlisle...?"

“Tidak, aku sendirian."


Baik Alice maupun aku tahu bukan Carlisle sebenarnya yang ingin ditanyakan Charlie. Lengannya mencengkeram bahuku lebih erat.

"Dia boleh menginap di sini, kan?" pintaku. "Aku sudah memintanya."

"Tentu saja," jawab Charlie datar. "Kami senang menerimamu di sini, Alice."

"Terima kasih, Charlie. Aku tahu waktunya sangat tidak tepat."

"Tidak, tidak apa-apa, sungguh. Aku akan sangat sibuk melakukan apa yang bisa kulakukan untuk keluarga Harry; aku senang ada yang menemani Bella."

"Makan malam sudah siap di meja, Dad," aku memberi tahu ayahku.

"Trims, Bell" Ia meremas bahuku sekali lagi sebelum tersaruk-saruk ke dapur.

Alice kembali ke sofa, dan aku mengikutinya.

Kali ini dialah yang merangkul bahuku.

"Kau kelihatan capek."

Novel Twilight – New Moon Bab 95 Telah Selesai

Bagaimana Novel Twilight - New Moon Bab 95 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.

Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.

Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :

Bab Selanjutnya
Bab Sebelumnya

0 komentar: