Selasa, 01 November 2022

Novel Twilight : NEW MOON Bab 47

Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .

Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.

Sekarang, kalian  membaca Novel Twilight Bab 47 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊



Baca Selengkapnya Novel Twilight – New Moon Bab 47

Aku takut pada kehampaan, seperti yang selalu terjadi, tapi anehnya, aku juga tidak sabar menunggu saat-saat yang akan membuatku menjerit dan kemudian tersadar. Aku tahu mimpi buruk itu pasti berakhir.

Hari Rabu berikutnya, sebelum aku sampai di rumah dan UGD, dr. Gerandy menelepon ayahku untuk mengingatkan kemungkinan aku mengalami gegar otak dan menyarankannya untuk membangunkan aku setiap dua jam sekali sepanjang malam untuk memastikan itu tidak serius. Mata Charlie menyipit curiga mendengar penjelasan lemahku yang lagi-lagi mengatakan aku tersandung.

"Mungkin sebaiknya kau jangan lagi nongkrong di garasi, Bella,” Charlie menyarankan saat makan malam.

Aku panik, khawatir Charlie bakal mengeluarkan semacam dekrit yang melarangku pergi ke La Push, dan akibatnya aku tidak akan bisa mengendarai motorku lagi. Tapi aku tak mau menyerah—hari ini aku mengalami halusinasi paling menakjubkan.

Delusiku yang bersuara sehalus beledu itu berteriak-teriak padaku selama hampir lima menit sebelum akhirnya aku menginjak rem kelewat mendadak dan tubuhku terlempar membentur pohon. Untuk itu aku rela merasakan sakit yang akan kualami malam ini tanpa mengeluh.


“Aku bukannya tersandung di garasi," aku buruburu memprotes.

"Kami sedang hiking, dan aku tersandung batu."

"Sejak kapan kau suka hiking?" Charlie bertanya skeptis.

"Kerja di Newton's membuatku ketularan demam berpetualang," dalihku.

"Setiap hari menjual berbagai perlengkapan hiking, lama-lama penasaran juga."

Charlie menatapku tajam, tidak percaya.

“Aku akan lebih berhati-hati," janjiku, diamdiam menyilangkan jari-jariku di bawah meja.

"Aku tidak keberatan kau hiking di sekitar La Push, tapi jangan jauh-jauh dari kota, oke?"

"Kenapa?'

Well, belakangan ini aku sering mendapat laporan tentang kemunculan hewan-hewan liar. Petugas dari departemen kehutanan akan mengecek laporan-laporan itu, tapi untuk sementara waktu..."

“Oh, soal beruang besar itu," kataku, mendadak paham.

“Yeah, beberapa hiker yang datang ke Newton's juga mengaku melihatnya. Dad yakin ada beruang grizzly raksasa yang bermutasi di luar sana?" Kening ayahku berkerut.

"Pokoknya ada sesuatu. Jangan jauh-jauh dari kota. oke?"

"Tentu, tentu," aku buru-buru menyahut. Kelihatannya Charlie tidak begitu puas.

"Charlie mulai curiga," keluhku pada Jacob waktu aku menjemputnya sepulang sekolah pada hari Jumat.

"Mungkin untuk sementara kita jangan naik motor dulu." Jacob melihat ekspresi penolakan di wajahku dan menambahkan,

"Setidaknya untuk satu-dua minggu ini. Kau bisa kan menjauhi rumah sakit selama satu minggu?"

"Lantas, kita ngapain dong?" omelku.

Jacob tersenyum riang.

"Terserah kau." Aku memikirkannya sebentar—tentang apa yang kuinginkan.

Aku tidak suka membayangkan bakal kehilangan kedekatanku dengan kenangan tak menyakitkan itu, meski hanya beberapa detik— kenangan yang datang sendiri, tanpa aku perlu memikirkannya secara sadar.

Kalau aku tidak bisa naik motor, berarti aku harus mencari jalan lain untuk melakukan hal yang berbahaya dan memicu adrenalin, dan untuk itu diperlukan pemikiran yang serius serta kreativitas. Tidak melakukan apa-apa untuk sementara sepertinya tidak menarik.

Bagaimana kalau aku depresi lagi, bahkan walaupun sudah bersama Jake? Aku harus tetap menyibukkan diri.

Mungkin ada jalan lain, resep lain... tempat lain. Keliru besar mendatangi rumahnya, jelas. Tapi kehadiranmu pasti terpatri di suatu tempat, di tempat lain selain dalam diriku. Pasti ada tempat di mana kehadirannya terasa lebih nyata di antara lokasi-lokasi penting yang sarat kenangan manusia-manusia lain.

Ada satu tempat yang terlintas dalam benakku. Satu tempat yang akan selalu menjadi miliknya,

bukan milik orang lain. Tempat yang magis penuh cahaya. Padang rumput indah yang hanya pernah kulihat sekali dalam hidupku, benderang oleh sinar matahari dan kulitnya yang berpendar-pendar gemerlap.


Ide itu berpotensi besar menjadi senjata makan tuan—bisa jadi itu malah akan sangat menyakitkan. Bahkan memikirkannya saja sudah membuat dadaku nyeri oleh kehampaan.

Sulit rasanya menahan perasaan tetap tenang, agar tidak ketahuan. Tapi jelas, di sanalah tempatku pasti bisa mendengar suaranya. Lagi pula. aku sudah telanjur mengatakan pada Charlie bahwa aku pernah hiking...

"Apa yang kaupikirkan sampai serius begitu?" tanya Jacob.

"Well..." Aku mulai lambat-lambat.

"Dulu aku pernah menemukan tempat di dalam hutan—aku menemukannya waktu aku sedang, eh, hiking. Padang rumput kecil, pokoknya indah sekali. Entah apakah aku bisa menemukannya lagi sendiri. Mungkin bisa kalau mencoba beberapa kali..."

“Kita bisa memakai kompas dan peta," kata Jacob penuh percaya diri.

"Kau tahu dari mana memulainya?"

“Ya, tepat dari ujung jalan setapak di ujung jalan satu sepuluh berakhir. Arah selatan, kalau tidak salah."

"Bagus, Ayo kita cari." Seperti biasa, Jacob selalu bersemangat menerima ajakanku.

Tidak peduli betapa pun anehnya ajakanku itu. Maka, Sabtu siang aku mengikat sepatu bot hiking baruku—dibeli paginya dengan memanfaatkan diskon dua puluh persen khusus karyawan yang kupakai untuk pertama kali— menyambar peta topografi Semenanjung Olympic, lalu melaju ke La Push.

Kami tidak langsung mulai; pertama-tama, Jacob tengkurap di lantai ruang tamu—panjang badannya mengisi seluruh ruangan—dan, selama dua puluh menit penuh, menggambar jaring-jaring rumit di bagian-bagian tertentu pada peta sementara aku bertengger di kursi dapur mengobrol dengan Billy.


Sepertinya Billy sama sekali tidak khawatir mendengar rencana kami pergi hiking. Aku terkejut juga karena Jacob menceritakan padanya tentang rencana kami, padahal orang-orang banyak meributkan soal beruang itu. Aku ingin meminta Billy untuk tidak bercerita pada Charlie, tapi takut permintaan itu justru mendorongnya berbuat sebaliknya.

"Mungkin kita akan bertemu beruang super itu," canda Jacob, matanya tertuju pada desainnya. Aku cepat-cepat melirik Billy, takut ia bakal bereaksi seperti Charlie.

Tapi Billy hanya tertawa mendengar perkataan anaknya. "Mungkin sebaiknya kaubawa saja satu stoples madu, untuk jaga-jaga." Jacob terkekeh.

"Mudah-mudahan sepatu bot barumu bisa berlari cepat, Bella. Satu stoples madu tidak cukup untuk menahan beruang yang kelaparan."

"Aku hanya perlu berlari lebih cepat darimu."

"Selamat deh kalau begitu!" seru Jacob, memutar bola matanya sambil melipat peta.

"Ayo kita pergi.”

Novel Twilight – New Moon Bab 47 Telah Selesai

Bagaimana Novel Twilight - New Moon Bab 47 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.

Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.

Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :

Bab Selanjutnya
Bab Sebelumnya

0 komentar: