Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .
Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.
Sekarang, kalian membaca Novel Twilight Bab 127 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊
Baca Selengkapnya Novel Twilight – New Moon Bab 127
Edward mengangkat sebelah alisnya yang sempurna itu.
"Lucu?"
“Maksudku aneh—kukira hanya aku yang merasa seperti itu. Banyak sekali bagian diriku yang hilang juga. Sudah lama sekali aku tak pernah benarbenar bisa bernapas." Kuisi paru-paruku dengan udara, menikmati sensasinya.
"Dan jantungku. Jelas-jelas sudah hilang."
Edward memejamkan mata dan menempelkan telinganya dadaku lagi. Kubiarkan pipiku menempel di rambutnya, merasakan teksturnya di kulitku, menghirup aroma wangi tubuhnya.
"Kalau begitu, melacak tidak bisa mengalihkan pikiran?" tanyaku, ingin tahu, sekaligus ingin mengalihkan pikiranku sendiri.
Aku sudah nyaris berharap lagi. Aku tidak akan mampu menghentikan diri terlalu lama. Jantungku berdetak, menyanyi di dadaku.
"Tidak." Edward mendesah.
"Itu tidak pernah menjadi sesuatu yang dilakukan untuk mengalihkan pikiran. Itu kewajiban."
"Apa maksudmu?"
"Maksudnya, walaupun aku tidak pernah mengharapkan akan muncul bahaya dari Victoria, aku tidak akan membiarkannya lolos begitu saja setelah... Well, seperti kataku tadi, aku payah dalam hal itu. Aku berhasil melacaknya sampai jauh ke Texas, tapi kemudian aku mengikuti petunjuk palsu sampai ke Brazil—padahal sebenarnya dia malah datang ke sini." Edward mengerang.
"Aku bahkan tidak berada di benua yang benar! Dan sementara itu, lebih buruk daripada ketakutanku yang paling buruk—"
"Kau memburu Victoria?" aku setengah memekik begitu bisa menemukan suaraku, melesat naik dua oktaf.
Dengkur Charlie di kejauhan terhenti, dan sejurus kemudian mulai lagi dengan berirama.
"Tidak berhasil," jawab Edward, mengamati ekspresi garangku dengan mimik bingung.
"Tapi pasti bisa lebih baik lain kali. Dia tidak akan menodai udara yang segar ini dengan menarik napas dan mengembuskannya lebih lama lagi.”
"Itu... tidak bisa," akhirnya aku bisa juga bersuara. Gila. Walaupun dibantu Emmett atau Jasper sekalipun. Ini lebih buruk daripada bayanganku yang lain: Jacob Black berdiri berhadap-hadapan dengan sosok Victoria yang kejam dan buas. Aku tak sanggup membayangkan Edward di sana, walaupun ia jauh lebih bisa bertahan daripada sahabatku yang setengah manusia itu.
"Sudah terlambat baginya. Aku mungkin masih bisa mengabaikan kejadian waktu itu, tapi tidak sekarang, setelah—" Aku menyelanya lagi, berusaha memperdengarkan nada tenang.
"Bukankah kau baru saja berjanji tidak akan meninggalkan aku?"
tanyaku, melawan kata-kata yang kuucapkan, tidak mengizinkannya tertanam di hatiku.
"Janji itu tidak sejalan dengan ekspedisi pelacakan yang memakan waktu lama, bukan?” Kening Edward berkerut.
Geraman pelan terdengar dari dadanya.
"Aku akan menepati janjiku, Bella. Tapi Victoria" geraman itu semakin jelas terdengar.
"harus mati. Segera."
"Tak usah tergesa-gesa," ujarku, berusaha menyembunyikan kepanikanku.
"Mungkin dia tidak akan kembali. Gerombolan Jake mungkin berhasil membuatnya kabur ketakutan. Sungguh tidak ada alasan untuk tetap mencarinya. Selain itu, aku punya masalah lain yang lebih besar ketimbang Victoria."
Mata Edward menyipit, tapi ia mengangguk.
"Memang benar. Masalah werewolf memang masalah besar." Aku mendengus.
"Yang kumaksud bukan Jacob. Masalahku jauh lebih parah daripada segerombolan serigala remaja yang berbuat onar." Kelihatannya Edward ingin mengatakan sesuatu, tapi kemudian mengurungkannya.
Giginya terkatup dengan suara berdetak, dan ia berbicara di sela-selanya.
"Benarkah?" tanyanya.
“Kalau begitu, apa masalah terbesarmu? Masalah yang membuat kembalinya Victoria mencarimu terasa bagaikan persoalan sepele bila dibandingkan dengannya?"
"Bagaimana kalau yang kedua terberat?" elakku.
"Baiklah," Edward setuju, curiga.
Aku terdiam. Aku tidak yakin bisa menyebutkan namanya.
“Ada pihak-pihak lain yang akan datang mencariku," aku mengingatkannya dengan bisikan pelan.
Edward mendesah, tapi reaksinya tidak sekuat yang kubayangkan, apalagi bila dibandingkan dengan responsnya terhadap Victoria tadi.
"Jadi keluarga Volturi hanya yang kedua terberat?"
"Sepertinya kau tidak kalut mendengarnya," komentarku.
"Well, kita punya banyak waktu untuk memikirkannya masak-masak. Bagi mereka waktu artinya sangat jauh berbeda denganmu, atau bahkan aku. Mereka menghitung tahun seperti kau menghitung hari. Aku tidak heran bila kau sudah berumur tiga puluh tahun baru mereka teringat lagi padamu," imbuh Edward enteng.
Kengerian melandaku. Tiga puluh tahun.
Kalau begitu, janji-janji Edward tidak berarti apa-apa, pada akhirnya. Bila suatu hari nanti aku akan mencapai umur tiga puluh tahun, berarti Edward tidak mungkin berencana tinggal lama. Kepedihan mengetahui hal itu membuatku sadar bahwa aku mulai berharap, tanpa mengizinkan diriku melakukannya.
"Kau tidak perlu takut," ujar Edward, cemas saat melihat air mataku mulai merebak lagi.
“Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu."
"Selama kau ada di sini." Bukan berarti aku peduli apa yang terjadi pada diriku setelah ia pergi.
Edward merengkuh wajahku dengan kedua tangannya yang sekeras batu, memegangnya eraterat sementara matanya yang sekelam malam menatap mataku lekat-lekat dengan daya gravitasi yang menyerupai lubang hitam.
"Tapi kauhilang tadi tiga puluh!” bisikku. Air mata merembes keluar dari sudut mata.
"Jadi apa? Kau akan tinggal, tapi membiarkan aku menjadi tua? Yang benar saja."
Sorot mata Edward melembut, sementara mulutnya mengeras.
"Tepat seperti itulah yang akan kulakukan. Pilihan apa lagi yang kupunya? Aku tidak bisa hidup tanpa kau, tapi aku tidak mau menghancurkan jiwamu."
“Apakah itu sungguh-sungguh karena..." Aku berusaha menjaga suaraku tetap datar, tapi pertanyaan ini terlalu sulit untuk dilontarkan.
Aku ingat bagaimana ekspresi Edward waktu Aro nyaris memohon padanya untuk mempertimbangkan ide membuatku abadi. Ekspresi muak itu. Apakah kengototan Edward untuk tetap mempertahankan aku sebagai manusia sungguh-sungguh karena jiwaku, atau karena ia tak yakin dirinya menginginkan aku bersamanya sebegitu lama?
Novel Twilight – New Moon Bab 127 Telah Selesai
Bagaimana Novel Twilight - New Moon Bab 127 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.
Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.
Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :
- Novel Lelaki Yang Tak Terlihat Kaya
- Novel Romantis Pengantin Pengganti
- Novel Elena : Si Gadis Tangguh
- Novel Charlie Wade Si Kharismatik
- Novel Romantis My Lovely Boss
- Novel Perintah Kaisar Naga
- Novel My Imperfect CEO
- NOVEL KISAH ISTRI BAYARAN
- Novel Perceraian Ke-99

0 komentar: