Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .
Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.
Sekarang, kalian membaca Novel Twilight Bab 123 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊
Baca Selengkapnya Novel Twilight – New Moon Bab 123
RASANYA aku tidur lama sekali—sekujur tubuhku kaku, seolah-olah aku tidak bergerak sama sekali selama itu. Pikiranku linglung dan lamban; berbagai mimpi aneh—mimpi dan mimpi buruk—berpusar-pusar dalam benakku. Semua tampak sangat jelas. Kengerian dan kebahagiaan, semua berbaur jadi kebingungan yang aneh.
Ada perasaan tak sabar bercampur ketakutan, keduanya bagian dari mimpi penuh frustrasi saat kakiku tak bisa berlari cepat... Dan di mana-mana ada monster, musuh-musuh bermata merah yang lebih menyeramkan daripada sesama mereka yang lebih beradab. Mimpi itu masih terpatri kuat – aku bahkan masih ingat nama-namanya.
Tapi bagian yang paling kuat dan paling jelas dari mimpi itu bukanlah kengeriannya. Melainkan kehadiran malaikat itulah yang paling jelas kuingat. Sulit rasanya membiarkan malaikat itu pergi dan bangun. Mimpi ini tak mau disingkirkan begitu saja ke gudang mimpi yang tak ingin kudatangi lagi. Aku melawannya dengan susah payah saat pikiranku mulai lebih awas, terfokus pada kenyataan.
Aku tak ingat hari apa ini, tapi aku yakin ada yang menungguku, entah ku Jacob, sekolah, pekerjaan, atau hal lain. Aku menarik napas dalam-dalam, bertanya-tanya dalam hati bagaimana aku sanggup menjalani satu hari lagi. Sesuatu yang dingin menyentuh dahiku lembut sekali
Kupejamkan mataku lebih rapat. Rupanya aku masih bermimpi, tapi anehnya, rasanya sungguh sangat nyata. Aku sudah hampir terbangun... beberapa detik lagi, dan mimpi akan lenyap. Tapi aku sadar mimpi itu terasa kelewat nyata, kelewat nyata sehingga tak mungkin terjadi. Lengan sekeras batu yang kubayangkan memeluk tubuhku amat terlalu kokoh.
Kalau kubiarkan lebih lama lagi, aku akan menyesal nanti. Dengan keluhan menyerah, kubuka paksa kelopak mataku untuk menghalau ilusi itu.
"Oh!" aku terkesiap kaget, dan melemparkan tinjuku ke muka.
Well jelas, aku sudah kelewatan; salah besar membiarkan imajinasiku jadi tak terkendali.
Oke, mungkin "membiarkan" bukan istilah yang tepat. Aku memaksanya menjadi tak terkendali—bisa dibilang aku dikuntit halusinasiku sendiri—dan sekarang pikiranku meledak.
Dibutuhkan kurang dari setengah detik untuk menyadari bahwa, kepalang basah sudah telanjur sinting, ada baiknya kunikmati saja delusiku, mumpung delusinya menyenangkan. Aku membuka lagi mataku – dan Edward masih di sana, wajahnya yang sempurna hanya beberapa sentimeter dari wajahku.
“Aku membuatmu takut, ya?” suaranya yang rendah bernada cemas.
Ini bagus sekali, sebagai delusi. Wajahnya, suaranya, aroma tubuhnya, segalanya – semua jauh lebih baik daripada tenggelam. Kilasan khayalanku yang rupawan itu mengawasi perubahan ekspresiku dengan waswas.
Matanya hitam pekat, dengan bayangan menyerupai memar di bawahnya. Itu membuatku terkejut; Edward halusinasiku biasanya muncul dalam keadaan kenyang.
Aku mengerjap dua kali, susah payah berusaha mengingat hal terakhir yang aku yakin nyata. Alice juga ada dalam mimpiku, dan bertanya-tanya apakah ia benar-benar kembali, atau itu hanya khayalan. Kalau tidak salah, ia kembali pada hari aku nyaris tenggelam waktu itu...
"Oh. brengsek" makiku parau. Tenggorokanku seperti tersumbat.
"Ada apa, Bella?”
Aku mengerutkan kening pada Edward, tidak bahagia. Wajahnya bahkan jauh lebih cemas daripada sebelumnya.
“Aku sudah mati, kan?" erangku.
"Aku benarbenar tenggelam. Brengsek, brengsek, brengsek! Charlie pasti sedih sekali."
Kening Edward berkerut. "Kau belum mati"
"Kalau begitu, mengapa aku tidak bangunbangun juga?" tantangku, mengangkat alis.
"Kau sudah bangun, Bella." Aku menggeleng.
"Tentu, tentu. Kau memang ingin aku mengira begitu. Kemudian keadaan akan lebih parah waktu aku terbangun nanti. Kalau aku masih bisa bangun, dan itu tidak akan terjadi, karena aku sudah mati. Cawat. Kasihan Charlie. Juga Renee dan Jake..." Suaraku menghilang, ngeri membayangkan apa yang telah kulakukan.
“Aku bisa mengerti kau salah mengartikan aku dengan mimpi buruk." Senyum Edward yang berumur singkat terlihat muram.
"Tapi aku tidak bisa membayangkan apa yang telah kaulakukan sehingga kau masuk neraka. Memangnya kau banyak membunuh orang selagi aku tidak ada?" Aku meringis.
"Jelas tidak. Kalau saat ini aku berada di neraka, kau tidak akan ada di sini bersamaku." Edward mendesah.
Pikiranku semakin jernih. Mataku berkelebat sebentar dari wajahnya—meski sebenarnya enggan-—ke jendela yang gelap dan terbuka, lalu kembali padanya. Kupandangi dia sambil mengingat-ingat... dan aku merasakan rona merah yang tidak familier menjalari pipiku dengan hangat saat lambat laun aku menyadari bahwa Edward sungguh-sungguh, benar-benar ada di sini bersamaku, tapi aku malah membuang-buang waktu dengan menjadi idiot.
"Kalau begitu, semua itu benar-benar terjadi?" Nyaris sulit mengubah mimpiku menjadi kenyataan. Rasanya aku belum bisa menerima konsep itu.
"Tergantung." Senyum Edward masih kaku.
"Kalau yang kaumaksud adalah kita hampir dibantai di Italia, ya, itu benar.”
"Aneh sekali," renungku.
"Aku benar-benar pergi ke Italia. Tahukah kau, aku bahkan tak pernah pergi lebih jauh dari Alburquerque?” Edward memutar bola matanya.
"Mungkin sebaiknya kau tidur lagi. Kau masih linglung."
"Aku sudah tidak capek lagi.” Pikiranku kembali jelas sekarang.
"Jam berapa sekarang? Sudah berapa lama aku tertidur?”
"Sekarang baru jam satu pagi lewat sedikit. Jadi, kira-kira empat belas jam."
Aku menggeliat saat Edward bicara. Tubuhku kaku sekali.
"Charlie?" tanyaku
Edward mengerutkan kening. “Tidur. Mungkin kau tahu saat ini aku melanggar aturan. Well, teknisnya sih tidak, karena kata Charlie aku tidak boleh menjejakkan kaki lagi melewati pintu, sementara aku masuk lewat jendela... Tapi meski begitu, maksudnya sudah jelas.”
"Charlie melarangmu datang ke sini?" tanyaku, perasaan tak percaya dengan cepat melebur menjadi amarah.
Sorot mara Edward sedih. "Memangnya apa yang kauharapkan?"
Sorot mataku marah. Aku harus bicara dengan ayahku—mungkin sekarang saat yang tepat untuk mengingatkan ayahku bahwa secara hukum aku sudah dianggap dewasa. Itu tidak berarti banyak tentu saja, kecuali dalam hal prinsip. Sebentar lagi tidak ada lagi alasan untuk melarangku. Aku mengalihkan pikiran ke hal-hal lain yang tidak terlalu menyakitkan.
Novel Twilight – New Moon Bab 123 Telah Selesai
Bagaimana Novel Twilight - New Moon Bab 123 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.
Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.
Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :
- Novel Lelaki Yang Tak Terlihat Kaya
- Novel Romantis Pengantin Pengganti
- Novel Elena : Si Gadis Tangguh
- Novel Charlie Wade Si Kharismatik
- Novel Romantis My Lovely Boss
- Novel Perintah Kaisar Naga
- Novel My Imperfect CEO
- NOVEL KISAH ISTRI BAYARAN
- Novel Perceraian Ke-99

0 komentar: