Senin, 31 Oktober 2022

Novel Twilight : NEW MOON Bab 34

Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .

Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.

Sekarang, kalian  membaca Novel Twilight Bab 34 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊



Baca Selengkapnya Novel Twilight – New Moon Bab 34

Dad tahu dia sedang memperbaiki Volkswagen?"

“Yeah, kalau tidak salah Billy pernah menceritakannya."

Interogasi harus terhenti saat Charlie mulai mengunyah, tapi ia terus mengamati wajahku sambil makan.

Usai makan malam aku menyibukkan diri, membersihkan dapur dua kali, kemudian mengerjakan PR pelan-pelan di ruang depan sementara Charlie menonton pertandingan hoki. Aku menunggu selama mungkin, tapi akhirnya

Charlie mengatakan malam sudah larut. Ketika aku tidak menjawab, ia bangkit, meregangkan otot, lalu pergi tidur, mematikan lampu. Dengan enggan aku mengikutinya.

Saat menaiki tangga, aku merasakan sisa-sisa perasaan senang aneh yang kurasakan sore tadi menyusut dari dalam diriku, digantikan perasaan takut memikirkan apa yang akan kuhadapi sekarang.

Aku tidak kebas lagi. Malam ini akan, tak diragukan lagi, sama mengerikannya dengan semalam. Aku berbaring di tempat tidur dan bergelung rapat-rapat, menanti datangnya serangan. Kupejamkan mataku erat-erat dan... tahu-tahu, hari sudah pagi.

Kupandangi cahaya keperakan pucat yang menerobos jendela kamarku, terperangah. Untuk pertama kali dalam empat bulan lebih, aku bisa tidur tanpa bermimpi. Bermimpi atau menjerit. Entah emosi mana yang lebih kuat—lega ataukah shock.


Aku berbaring diam di tempat tidurku selama beberapa menit, menunggu perasaan itu datang kembali. Karena pasti ada yang datang. Kalau bukan kepedihan, maka mati rasa. Aku menunggu, tapi tak terjadi apa-apa. Aku merasa lebih bugar daripada yang kurasakan beberapa bulan belakangan ini.

Aku tak yakin ini bakal bertahan. Rasanya seperti berdiri di tubir yang licin dan berbahaya, dan bergerak sedikit saja pasti bakal membuatku tergelincir. Mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar dengan mata tiba-tiba jernih—menyadari betapa aneh kelihatannya, terlalu resik, seolaholah aku tidak tinggal di sini sama sekali—benarbenar berbahaya.

Kutepis pikiran itu dari benakku, dan berkonsentrasi, sambil berpakaian, pada fakta bahwa aku akan bertemu Jacob lagi hari ini. Pikiran itu membuatku nyaris merasa.., penuh harapan. Mungkin akan sama seperti kemarin.

Mungkin aku tak perlu mengingatkan diriku untuk tampak tertarik dan mengangguk atau tersenyum pada interval tertentu, seperti yang kulakukan pada orang-orang lain. Mungkin... tapi aku tak yakin ini akan bertahan juga. Tidak yakin hari ini akan sama—begitu mudah—seperti kemarin. Aku tidak akan menyiapkan diri untuk kekecewaan seperti itu.

Saat sarapan, Charlie bersikap hati-hati. Ia berusaha menyembunyikan sikap penasarannya, mengarahkan mata ke telurnya sampai yakin aku tidak melihat.

"Apa yang akan kaulakukan hari ini?" tanyanya, mengamati benang yang terlepas di pinggiran mansetnya, seakan-akan tidak terlalu memerhatikan jawabanku.


"Aku mau main ke rumah Jacob lagi" Charlie mengangguk tanpa mendongak.

"Oh," ujarnya.

"Dad keberatan?" Aku pura-pura khawatir.

"Aku bisa tinggal di rumah..."

Charlie buru-buru mendongak, sorot panik terpancar dari wajahnya.

"Tidak, tidak! Pergi saja. Kebetulan Harry akan datang untuk nonton pertandingan denganku."

"Mungkin Harry bisa menjemput Billy sekalian," aku menyarankan. Semakin sedikit saksi mata, semakin baik.

"Wah, ide bagus."

Aku tak yakin apakah pertandingan itu hanya alasan untuk "mengusirku" dari rumah, tapi Charlie tampak cukup bersemangat sekarang. Ia langsung menghampiri pesawat telepon sementara aku memakai jas hujan. Aku merasa sedikit waswas dengan buku cek yang tersimpan di saku jaketku. Aku tak pernah menggunakannya Di luar hujan turun seperti air ditumpahkan dari ember.

Aku harus mengendarai trukku lebih pelan lagi; aku nyaris tak bisa melihat mobil lain di depan trukku. Tapi akhirnya aku sampai juga di jalan berlumpur yang menuju ke rumah Jacob. Sebelum aku sempat mematikan mesin, pintu depan sudah terbuka dan Jacob berlari menyongsongku sambil membawa payung hitam besar. Ia memegangi payung itu menaungi pintu trukku.

"Charlie menelepon tadi—katanya kau sudah jalan ke sini," Jacob menjelaskan sambil nyengir.

Dengan enteng, tanpa harus dikomando lagi oleh otot-otot yang mengelilinginya, bibirku merekah membentuk senyuman. Perasaan hangat yang aneh menggelegak menaiki kerongkonganku, padahal air hujan yang memercik ke pipiku dingin seperti es.

"Hai, Jacob."

"Pintar juga kau, mengusulkan supaya Billy dijemput," Jacob mengangkat tangannya untuk ber-high five denganku.

Aku harus mengulurkan tangan tinggi-tinggi untuk membalasnya dan Jacob tertawa. Harry datang menjemput Billy beberapa menit kemudian. Jacob mengajakku melihat-lihat kamarnya yang kecil sambil menunggu orangorang dewasa pergi.


"Jadi kita ke mana, Pak Montir?" tanyaku begitu pintu depan ditutup Billy.

Jacob mengeluarkan kertas yang terlipat dari saku dan meluruskannya.

"Kita mulai dari tempat penimbunan barang bekas, siapa tahu kita beruntung. Proyek ini bisa jadi agak mahal lho," ia mengingatkanku.

"Kedua motor itu perlu dipermak habis-habisan agar bisa berfungsi lagi." Karena wajahku tidak tampak waswas, Jacob menambahkan,

"Maksudku mungkin bisa habis lebih dari seratus dolar.”

Aku mengeluarkan buku cek dan mengibasngibaskannya memutar bola mata seolah meremehkan kekhawatirannya.

“Itu sih enteng." Hari ini lumayan aneh. Aku menikmatinya. Bahkan saat di tempat penimbunan barang bekas sekalipun, di bawah guyuran hujan dan berlepotan lumpur setinggi pergelangan kaki.

Awalnya aku penasaran apakah itu hanya aftershock setelah kehilangan perasaan kebas, tapi menurutku itu bukan penjelasan yang cukup masuk akal.

Novel Twilight – New Moon Bab 34 Telah Selesai

Bagaimana Novel Twilight - New Moon Bab 34 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.

Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.

Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :

Bab Selanjutnya
Bab Sebelumnya

0 komentar: