Jumat, 28 Oktober 2022

Novel Twilight : NEW MOON Bab 17

Novel Twilight merupakan novel seri pertama dari novel karangan Stephenie Meyer. Stephen juga mengeluarkan seri lanjutan dari Novel Twilight ini yaitu seri Newmoon, Midnight sun, Eclipse dan Breaking Dawn .

Dalam novel karya pertama dari Stephenie Meyer ini kalian akan menemukan adegan-adegan yang menguras emosi seperti adegan romantis, permusuhan, perang dan konspirasi. Ceritanya juga diangkat menjadi film layar lebar yang selalu ditunggu-tunggu setiap serinya oleh para penggemar.

Sekarang, kalian  membaca Novel Twilight Bab 17 ini secara gratis dalam website Great Novel. Semoga bisa memberi para pembaca sekalian hiburan 😊



Baca Selengkapnya Novel Twilight – New Moon Bab 17

Aku akan merekam segala sesuatu tentang Forks sebelum harus meninggalkannya. Perubahan akan datang. Aku bisa merasakannya. Bukan prospek menyenangkan, tidak bila hidup saat ini sudah begitu sempurna. Aku sengaja berlama-lama di kamar sebelum turun lagi ke bawah, sambil menenteng kamera, berusaha menepis kegelisahan yang berkecamuk di hatiku, memikirkan jarak aneh yang tidak ingin kulihat di mata Edward.

Ia pasti bisa mengatasinya. Mungkin ia khawatir aku bakal kalut bila ia mengajakku pergi. Akan kubiarkan ia mengatasi perasaannya tanpa ikut campur. Dan aku akan siap bila nanti ia memintaku. Aku sudah siap dengan kameraku waktu menyelinap diam-diam ke ruang duduk.

Aku yakin tak mungkin Edward tidak menyadari kehadiranku, tapi ia tetap tidak mendongak. Aku merasakan tubuhku merinding saat perasaan dingin menerpa perutku; kuabaikan perasaan itu dan kuambil foto mereka.

Barulah mereka menoleh memandangku. Kening Charlie berkerut. Wajah Edward kosong, tanpa ekspresi.

"Apa-apaan sih kau, Bella?" protes Charlie.

“Oh, ayolah," Aku pura-pura tersenyum saat beranjak duduk di lantai, persis di depan sofa tempat Charlie berbaring santai.


"Dad kan tahu sebentar lagi Mom pasti menelepon untuk bertanya apakah aku sudah memanfaatkan hadiahhadiahku. Aku harus segera memulainya supaya Mom tidak kecewa.”

"Tapi mengapa kau memotretku?" gerutu Charlie.

"Karena Dad ganteng sekali," jawabku, menjaga agar nada suaraku tetap ringan.

"Dan karena Dadlah yang membeli kamera ini, maka Dad wajib menjadi salah satu objeknya." Charlie menggumamkan kata-kata yang tidak jelas.

"Hei, Edward," kataku dengan lagak tak acuh yang patut diacungi jempol.

"Ambil fotoku bersama ayahku."

Kulempar kamera itu padanya, sengaja menghindari matanya, lalu berlutut di samping lengan sofa yang dijadikan tumpuan kepala Charlie. Charlie mendesah.

"Kau harus tersenyum, Bella," gumam Edward.

Aku menyunggingkan senyum terbaikku, dan kamera menjepret.

"Sini kufoto kalian," Charlie mengusulkan.

Aku tahu ia hanya berusaha mengalihkan fokus kamera dari dirinya.

Edward berdiri dan dengan enteng melemparkan kamera itu kepada Charlie.

Aku bangkit dan berdiri di samping Edward, dan pengaturan itu terasa formal dan asing bagiku. Edward mengaitkan sebelah lengannya ke bahuku, dan aku merangkul pinggangnya lebih erat. Aku ingin menatap wajahnya, tapi tidak berani.

"Senyum, Bella," Charlie mengingatkanku lagi. Aku menghela napas dalam-dalam dan tersenyum. Lampu blitz seakan membutakan mataku.

"Cukup sudah potret-memotretnya malam ini," kata Charlie kemudian, menjejalkan kamera ke celah di antara bantal-bantal sofa, lalu berguling di atasnya.

"Kau tidak perlu menghabiskan satu rol film sekarang juga." Edward menurunkan tangannya dari bahuku

dan menggeliat melepaskan diri dengan sikap kasual. Lalu ia duduk lagi di kursi. Aku ragu, lalu duduk bersandar lagi di sofa. Mendadak aku merasa sangar ketakutan sampaisampai tanganku gemetar.

Kutempelkan kedua tanganku ke perut untuk menyembunyikannya, meletakkan daguku ke lutut dan memandangi layar televisi di depanku, tak melihat apa-apa. Setelah acara berakhir, aku bergeming di tempat duduk. Dari sudut mata kulihat Edward berdiri.


"Sebaiknya aku pulang," katanya. Charlie tidak mengangkat wajah dari tayangan iklan. "Sampai ketemu lagi."

Aku berdiri dengan sikap canggung—tubuhku kaku setelah duduk diam sekian lama—lalu mengikuti Edward ke pintu depan. Ia langsung ke mobilnya.

"Kau menginap tidak?" tanyaku, tanpa ada harapan dalam suaraku.

Aku sudah bisa menebak jawabannya, jadi rasanya tidak terlalu menyakitkan.

"Tidak malam ini."

Aku tidak menanyakan alasannya. Edward naik ke mobilnya dan menderu pergi sementara aku berdiri di sana, tak bergerak. Aku nyaris tak sadar hujan telah turun. Aku menunggu, tanpa tahu apa yang kutunggu, sampai pintu di belakangku terbuka.

"Bella, kau ngapain?" tanya Charlie, terkejut melihatku berdiri sendirian di sana, air hujan menetes-netes membasahi tubuhku.

“Tidak sedang apa-apa."Aku berbalik dan terseok-seok kembali ke rumah.

Malam itu sangat panjang, aku nyaris tak bisa beristirahat.

Aku bangun segera setelah matahari membiaskan cahaya pertamanya di luar jendela kamarku. Seperti robot aku bersiap-siap ke sekolah, menunggu langit terang. Setelah makan semangkuk sereal, aku memutuskan sekarang sudah cukup terang untuk memotret.

Aku memotret trukku, lalu bagian depan rumah. Aku berbalik dan menjepret hutan di dekat rumah Charlie beberapa kali. Lucu juga bagaimana hutan itu tak lagi terasa mengancam seperti dulu.

Sadarlah aku bahwa aku akan sangat kehilangan ini semua—kehijauan, keabadian, kemisteriusan hutan ini. Semuanya.


Aku memasukkan kamera ke tas sekolah sebelum berangkat. Kucoba memusatkan pikiran pada proyek baruku, bukan pada fakta bahwa Edward ternyata belum berhasil mengatasi kegalauan hatinya sepanjang malam. Selain takut, aku mulai tidak sabar.

Sampai berapa lama lagi ini akan berlangsung? Kebisuan itu berlangsung sepanjang pagi. Edward berjalan di sampingku, bungkam seribu bahasa, sepertinya tak pernah benar-benar menatapku. Aku mencoba berkonsentrasi pada pelajaran-pelajaranku, tapi bahkan bahasa Inggris pun tak mampu menarik perhatianku.

Mr. Berty sampai harus dua kali mengulang pertanyaan tentang Lady Capulet sebelum aku sadar ia menujukan pertanyaan itu padaku. Edward membisikkan jawaban yang benar dengan suara pelan, lalu kembali mengabaikanku. Saat makan siang, kebisuan terus berlanjut. Rasanya aku seperti hendak menjerit setiap saat, jadi, untuk mengalihkan pikiran aku mencondongkan badan, melanggar garis batas tak kasatmata, dan berbicara pada Jessica.

"Hei, Jess?"

“Ada apa, Bella?"

"Boleh aku minta tolong?" tanyaku, merogoh tasku.

“Ibuku ingin aku memotret teman-temanku untuk albumku. Jadi tolong potretkan semua orang, ya?” Kuulurkan kamera itu padanya.

"Tentu." jawabnya, nyengir, lalu berpaling untuk menjepret Mike yang mulutnya sedang penuh makanan.

 

Novel Twilight – New Moon Bab 17 Telah Selesai

Bagaimana Novel Twilight - New Moon Bab 17 nya? Seru bukan? Jangan lupa untuk membaca kelanjutan kisahnya di bab-bab selanjutnya ya Novel Lovers.

Silahkan klik navigasi Babnya di bawah ini untuk pindah ke Bab berikutnya.

Dapatkan update Novel Terbaru pilihan dari kita dan sudah aku susun daftar lengkap novelnya ya free buat kalian yang suka baca. Mari bergabung di Grup Telegram "Novel Update", caranya klik link https://t.me/novelkupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Juga Novel Lainnya Dibawah yang Pastinya Seru Juga :

Bab Selanjutnya
Bab Sebelumnya

0 komentar: